Reporter: Rizki Caturini | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - LONDON. Shell melaporkan rekor laba kuartal pertama sebesar US$ 9,13 miliar. Ini didorong oleh harga minyak dan gas yang lebih tinggi, laba dari bisnis pemurnian yang naik tinggi dan kinerja yang kuat dari divisi perdagangannya.
Shell bergabung dengan saingannya di sektor yang sama, termasuk BP dan TotalEnergies dalam menghasilkan keuntungan besar dari volatilitas harga komoditas yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada 24 Februari silam.
Laba sebesar itu mengalahkan laba kuartalan tertinggi sebelumnya yang tercatat pada tahun 2008 bahkan setelah mencatat US$ 3,9 miliar pasca-pajak sebagai akibat dari keputusannya untuk keluar dari operasinya di Rusia. Hal ini juga mereda perdagangan minyak dan gas dengan Rusia.
Saham Shell naik 2,6% di awal perdagangan Kamis (5/5), mengungguli kenaikan 1,7% dari indeks perusahaan energi (.SXEP).
Pada akhir tahun ini, Shell mengatakan akan menghentikan semua pembelian minyak mentah jangka panjang Rusia, kecuali dua kontrak dengan "produsen kecil independen Rusia" yang tidak disebutkan namanya.
Shell, pedagang LNG terbesar di dunia, mengatakan penjualan bahan bakar naik 9% pada kuartal tersebut menjadi 18,3 juta ton. LNG dipandang penting untuk mengakhiri ketergantungan Eropa pada pipa gas alam Rusia.
Pendapatan disesuaikan pada kuartal pertama naik 43% dari kuartal sebelumnya menjadi US$ 9,13 miliar. Ini di atas perkiraan analis dengan rata-rata laba US$ 8,67 miliar.
Didorong oleh margin pemurnian yang kuat, pendapatan Shell yang disesuaikan dari pemurnian dan pemasaran produk olahan melonjak menjadi US$ 1,17 miliar dari kerugian US$ 130 juta pada kuartal sebelumnya, meskipun volume turun menjadi sekitar 1,6 juta barel per hari dari 1,9 juta.
Lonjakan pendapatan memungkinkan Shell untuk memangkas beban utangnya menjadi $48,5 miliar dari $52,6 miliar pada akhir tahun 2021.