Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - LONDON. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kian mendidih kembali meminta "korban". Euro anjlok ke level terendah dalam 16 bulan terakhir pada Senin (2/9).
Mengutip Reuters, posisi euro melemah 0,3% terhadap dolar AS di level US$ 1,0958, setelah jatuh di bawah US$ 1,10 pada Jumat (30/8) pekan lalu, untuk pertama kalinya sejak Mei 2017.
"Ada sangat sedikit tempat di dunia pasar mata uang untuk bersembunyi jika ketegangan perdagangan meningkat, dengan mata uang negara berkembang dan euro sangat rentan karena hubungan perdagangan mereka," kata Timothy Graf, Kepala Strategi Makro State Street Global Advisors di London seperti dilansir Reuters.
Baca Juga: Efek AS dan China berlakukan tarif baru, harga minyak tergelincir
Perang dagang AS-China semakin memanas. Mulai 1 September 2019, negeri uak Sam mengenakan tarif 15% terhadap berbagai barang impor negeri tembok raksasa, termasuk alas kaki, jam tangan pintar, dan televisi layar datar. Sementara China mengenakan bea baru 5% pada minyak mentah AS.
Euro hari ini melemah juga akibat sektor manufaktur Jerman yang bergantung pada ekspor berkontraksi pada Agustus. Permintaan yang melemah mendorong perusahaan-perusahaan di negeri panzer mengurangi produksi dan memangkas pekerja.
Dengan penjualan di luar negeri yang kena hantam situasi perdagangan yang memburuk, perlambatan ekonomi global, dan Brexit yang semakin kacau, sebagian besar momentum pertumbuhan Jerman hilang. Buntutnya, prospek pertumbuhan Eropa meredup.
Baca Juga: Aktivitas pabrik di Asia melemah pada Agustus sebagai buntut dari perang dagang
Sejak awal tahun, euro sudah amlas lebih dari 4% terhadap dollar AS. Penurunan ini adalah pembalikan besar dalam mata uang tunggal Eropa itu, pasca Gubernur Bank Sentral Eropa (ECB) Mario Draghi untuk pertama kali mengindikasikan kemungkinan kebijakan stimulus mundur dalam pidato di Sintra pada Juni 2017.
Tambah lagi, ketegangan perdagangan AS-China meningkat, lalu imbal hasil obligasi pemerintah merosot ke wilayah negatif akibat prospek ekonomi yang memburuk, semakin melemahkan nilai tukar euro.