Sumber: Channel News Asia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - MANILA. Perselisihan antara Filipina dengan China soal wilayah Laut China Selatan makin runcing. Terbaru, Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana menyebut, sembilan garis putus-putus China yang digunakan untuk mengklaim sebagian besar Laut China Selatan adalah palsu.
Seperti dikutip Channel News Asia, Lorenzana menuduh China secara ilegal menduduki wilayah maritim Filipina.
Pernyataan itu pada Minggu malam (23/8) itu muncul di tengah perselisihan baru antara Manila dan Beijing atas wilayah Scarborough, yang telah lama menjadi titik api antara kedua negara.
Kementerian Luar Negeri Filipina pada pekan lalu mengajukan protes diplomatik atas apa yang dikatakannya sebagai "penyitaan ilegal" oleh penjaga pantai China atas peralatan memancing di dekat Beting.
Baca Juga: Cemas dengan aksi AS di Laut China Selatan, China ajak 10 diplomat ASEAN bertemu
China merebut Scarborough dari Filipina pada tahun 2012 menyusul ketegangan yang menegangkan.
Beting, salah satu daerah penangkapan ikan terkaya di kawasan itu, terletak 240 km di barat pulau utama Luzon di Filipina dan 650 km dari daratan utama Tiongkok terdekat, provinsi pulau selatan Hainan.
"Daerah itu berada di dalam Zona Ekonomi Ekskusif (ZEE) kami," kata Lorenzana.
Ia menegaskan, hak historis China atas wilayah yang dikelilingi oleh 9 garis China tidak ada, kecuali dalam imajinasi mereka.
"Nelayan kami berada di ZEE kami dan begitu pula kapal dan pesawat kami melakukan serangan patroli di wilayah kami," ujarnya.
"Mereka (China) adalah orang-orang yang telah melakukan provokasi dengan secara ilegal menempati beberapa fitur dalam ZEE kami. Karenanya mereka tidak memiliki hak untuk mengklaim bahwa mereka sedang menegakkan hukum mereka," imbuhnya.
China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan dengan sering menggunakan apa yang disebut sembilan garis putus-putus untuk membenarkan dugaan hak historisnya atas jalur air utama yang juga diperebutkan oleh Filipina, Malaysia, Vietnam, Taiwan, dan Brunei.
Mereka menolak putusan pengadilan yang didukung PBB tahun 2016 bahwa klaim China itu tidak memiliki dasar hukum.
Baca Juga: Ambisi China melebarkan kekuatan militernya hingga Singapura, Vietnam dan Indonesia