Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - MANILA. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr telah menandatangani undang-undang (UU) yang mempermudah para wajib pajak untuk membayar pajak mereka.
Kebijakan ini sebagai upaya mengerek pendapatan yang dibutuhkan pemerintahnya untuk meningkatkan belanja infrastruktur.
"UU ini akan memodernisasi dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi pajak dan memperkuat hak-hak wajib pajak dan memungkinkan pemerintah untuk menjaring sebanyak mungkin wajib pajak ke dalam jaring pajak," kata kantornya dalam sebuah pernyataan, Minggu (7/1).
Baca Juga: Philippines Enacts New Law that Makes Paying Taxes Easier
Disebut "Ease of Paying Taxes Act", UU baru ini menyederhanakan prosedur dengan mengizinkan para wajib pajak untuk mengajukan pengembalian pajak secara elektronik atau manual ke Biro Pendapatan Internal (BIR), bank agen resmi, atau penyedia perangkat lunak pajak resmi.
UU baru ini juga mengizinkan orang yang bukan penduduk untuk mendaftar untuk mendapatkan fasilitas ini, dalam upaya menarik investor asing dan mempermudah mereka untuk berbisnis di Filipina.
Di bawah UU ini, otoritas pajak diberi mandat untuk bertindak atas klaim pengembalian pajak yang dipungut secara salah atau ilegal dalam waktu 180 hari.
Ambang batas untuk penerbitan tanda terima wajib dinaikkan menjadi 500 peso (US$8,99) dari 100 peso.
Jumlah halaman pengembalian pajak penghasilan (SPT) juga dikurangi menjadi dua halaman dari sebelumnya empat halaman.
Baca Juga: Bursa Saham Filipina Menghentikan Perdagangan 4 Menit Setelah Buka
Untuk mempercepat prosesnya, BIR juga harus menyusun peta jalan digitalisasi untuk memudahkan kepatuhan pajak terutama bagi para pembayar pajak mikro dan kecil, kata undang-undang tersebut.
Marcos, yang terpilih sebagai presiden pada Juni 2022, telah menggariskan rencana ambisius untuk masa jabatan enam tahunnya yang berfokus pada manajemen fiskal dan peningkatan infrastruktur.
Pemerintahannya ingin meningkatkan upaya pajaknya, merupakan bagian dari pengumpulan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB), menjadi di atas 17% pada tahun 2028 dari lebih dari 14% saat ini, dan mempertahankan belanja infrastruktur pada 5% hingga 6% dari PDB.