Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
WASHINGTON. Rabu (10/11) malam waktu setempat, Gedung Putih akhirnya menyetujui untuk menggelontorkan dana talangan berupa pinjaman atawa bailout senilai US$ 14 miliar kepada para produsen otomotif. Hal itu dilakukan guna mencegah terjadinya kolaps di sektor tersebut yang bisa mengancam jutaan warga Amerika Serikat (AS) kehilangan pekerjaan.
Keputusan tersebut bisa jadi akan menjadi penyambung hidup bagi General Motor Corp dan Chrysler LLC yang mengatakan bahwa mereka akan segera kehabisan dana tunai pada awal tahun depan. Pemerintahan Bush dan pemimpin Demokrat di Kongres mendukung kebijakan itu. Hanya saja, mereka menuntut adanya rencana restrukturisasi konkret dari para produsen otomotif dalam hal target keuangan dan pembayaran pinjaman.
“Ini keputusan baik bagi industri otomotif yang perannya sangat penting dalam kesuksesan perekonomian kita,” jelas Jurubicara Gedung Putih Nancy Pelosi. Kebijakan itu didukung oleh 205 anggota dari Demokrat dan 32 dari Republik.
Sebagai balasan dari adanya pinjaman itu, pemerintah akan menggenggam sejumlah saham yang cukup besar dalam perusahaan otomotif tersebut. Seperti yang sudah pernah diberitakan sebelumnya, pihak perusahaan otomotif akan memberikan pemerintah sejumlah waran yang nilainya equal dengan 20% dari jumlah pinjaman.
Selain itu, para penentu kebijakan juga mendesak dibentuknya sebuah badan yang dinamakan car czar untuk menyalurkan pinjaman tersebut kepada para produsen mobil. Car czar ini pula yang harus memastikan para penerima pinjaman mengirimkan proposal mengenai bagaimana cara mereka untuk membayar kembali dana yang diberikan. Tim czar juga dapat memberikan bantuan keuangan tambahan untuk membantu mengimplementasikan rencana perusahaan. Sebaliknya, czar juga dapat menagih utang yang sudah digelontorkan jika rencana tersebut tidak memuaskan.
Yang harus digarisbawahi pula, czar dapat memaksa perusahaan untuk bangkrut kecuali mereka berhasil membuat proposal restrukturisasi paling lama tanggal 31 Maret 2009.
Pihak perusahaan yang mendapatkan pinjaman harus membatasi pembayaran dan menghilangkan bonus kepada para eksekutif tertinggi perusahaan yang jumlahnya mencapai 25 orang. Selain itu, mereka juga dilarang untuk memiliki atau menyewakan pesawat komersial atau membayar dividen kepada para pemegang sahamnya.