kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Greenpeace: 30% kebakaran lahan Indonesia terjadi di hutan industri dan kebun sawit


Kamis, 22 Oktober 2020 / 15:20 WIB
Greenpeace: 30% kebakaran lahan Indonesia terjadi di hutan industri dan kebun sawit
ILUSTRASI. Warga mengendarai sepeda motor sambil membawa selang untuk melakukan pemadaman kebakaran lahan gambut di Kalimantan Tengah.


Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Greenpeace pada Kamis (22/10) melaporkan, lahan dengan luas melebihi wilayah Belanda telah terbakar di Indonesia. Hingga 30% kebakaran lahan Indonesia terjadi di konsesi hutan tanaman industri dan perkebunan kelapa sawit.

Hasil analisis data resmi yang dilaporkan Greenpeace menunjukkan, 4,4 juta hektare lahan telah terbakar selama periode 2015-2019, Seluas 1,3 juta hektare di antaranya berada di area konsesi hutan tanaman industri dan perkebunan kelapa sawit.

Greenpeace menyebutkan, 8 dari 10 perusahaan kelap sawit yang menimbulkan area kebakaran terbesar masih belum mendapatkan sanksi. Bahkan, setelah periode pendataan 5 tahun usai mereka lakukan.

Bagi Greenpeace, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang baru-baru ini disahkan di Indonesia bisa memberi jalan lebih luas menuju deforestasi.

"Tahun demi tahun, para perusahaan telah melanggar hukum dengan membiarkan hutan terbakar," ungkap Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, seperti dikutip Reuters.

Baca Juga: Pemerintah AS larang impor produk CPO dan turunan dari FGV Holdings

Pada Februari lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan pejabat pemerintah untuk mencari solusi permanen untuk mencegah kebakaran hutan di Indonesia.

Reuters melaporkan, Indonesia memiliki hutan terbesar setelah Amazon dan Kongo. Banyak pencinta lingkungan beranggapan, eksploitasi sumber daya secara besar-besaran akan semakin mudah dilakukan di bawah UU Cipta Kerja.

Pemerintah Indonesia berdalih, undang-undang tersebut bertujuan untuk meningkatkan investasi dan daya saing serta menciptakan pekerjaan yang lebih berkualitas.

Salah satu aspek dalam UU Cipta Kerja yang membuat para pencinta lingkungan khawatir adalah penghapusan kawasan hutan minimum. Di ketentuan sebelumnya, pulau-pulau di Indonesia wajib memiliki minimal 30% hutan. 

Baca Juga: Diduga alami kerja paksa, mayoritas pekerja FGV Holdings berasal dari Indonesia

Tiga dari lima perusahaan yang Greenpeace sebutkan memiliki area kebakaran terbesar di area konsesi mereka selama periode 2015-2019, misalnya, pemasok untuk Sinar Mas Group. Sementara perusahaan lainnya adalah salah satu perusahaan bubur kertas dan kertas terbesar di Indonesia, Asia Pulp & Paper (APP).

Juru bicara APP, yang merupakan bagian dari Sinar Mas Group, mengatakan kepada Reuters, APP telah menghabiskan US$ 150 juta untuk sistem pengelolaan kebakaran.

APP juga meyakinkan, pihaknya terus membantu masyarakat lokal beralih dari pembukaan lahan dengan cara dibakar menuju meotode lain yang lebih ramah lingkungan.

Sedang juru bicara Golden Agri-Resources, perusahaan kelapa sawit Sinar Mas Group, belum bisa berkomentar. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menolak berkomentar dan merujuk Reuters ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Selanjutnya: Menko Luhut mengaku sebagai pencetus Omnibus Law Cipta Kerja, ini latar belakangnya




TERBARU

[X]
×