Sumber: TheIndependent.co.uk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - PAPUA NUGINI. Sebuah gunung berapi di Papua Nugini yang selama ini dianggap tidak aktif meletus untuk pertama kalinya dalam sejarah. Gunung ini memuntahkan abu hingga ribuan kaki ke udara dan memaksa ratusan penduduk untuk dievakuasi.
Menurut laporan media setempat, gunung berapi setinggi 365 meter di Pulau Kadovar mulai meletus pada Jumat. Para ahli sekarang khawatir hal itu dapat menyebabkan tanah longsor dan tsunami di daerah tersebut.
"Karena kecuraman pulau ini, tanah longsor sangat mungkin terjadi dan bersamaan dengan sifat eksplosif magma, tsunami dapat terjadi. Gambar tersebut muncul dari citra satelit dan foto udara yang dimulai dengan aktivitas vulkanik ringan dari ventilasi di pangkalan tenggara," kata Observatorium Vulkanologi Rabual dalam sebuah pernyataan seperti yang dilansir Theindependent.co.uk.
Cheyne O'Brien, forecaster di Pusat Penasihat Abu Vulkanik Darwin, mengatakan awan abu telah terjadi hingga ketinggian 2.133 m, membentuk gumpalan awan pekat yang bergerak ke arah barat laut.
"Ini hanya emisi abu vulkanik yang terjadi terus menerus saat ini," tambahnya.
O'Brien juga mengatakan bahwa meskipun awan pekat itu belum menimbulkan bahaya pada pesawat terbang, hal itu bisa berubah jika angin beralih ke bandara Wewak Papua Nugini.
Menurut badan amal AS Samaritan Aviation, lebih dari 500 warga telah dievakuasi dari Pulau Kadovar tanpa ada korban tewas. Badan amal ini juga mengoperasikan pesawat amfibi ke daerah terpencil di Papua Nugini.
"Kami belum memiliki rincian mengenai kemana semua keluarga telah pergi dan berharap mendapatkan informasi lebih lanjut ke depannya," kata badan amal tersebut dalam sebuah pernyataan di Facebook.
Tidak ada catatan yang dikonfirmasi tentang letusan Kadovar sebelumnya, kata Chris Firth, seorang ahli vulkanologi di Universitas Macquarie. Namun para ilmuwan berspekulasi, hal ini bisa menjadi salah satu dari dua "pulau terbakar" yang disebutkan dalam jurnal bajak laut Inggris abad ke 17 dan petualang maritim William Dampier.
"Sulit untuk memprediksi apa yang mungkin terjadi, karena tidak ada yang bisa dibandingkan," jelas Firth.