Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor emas tengah menikmati momen terbaik dalam sejarah. Harga emas melonjak tajam ke rekor tertinggi, dipicu oleh lonjakan permintaan terhadap aset safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi global dan gejolak geopolitik.
Namun, apa yang menyebabkan lonjakan harga emas secara tiba-tiba ini?
Ketidakpastian Global Dorong Permintaan Emas
Mengutip financialexpress, sejak tahun 2022, bank sentral di berbagai negara mulai meningkatkan cadangan emas mereka. Tren ini diikuti oleh lonjakan investasi pada ETF emas oleh investor ritel maupun institusional. Ketika permintaan emas terus melampaui pasokan, harga pun terdorong naik secara signifikan.
Harga emas yang sempat berada di level US$1.500 per ons pada Oktober 2022, kini telah melonjak ke atas US$3.400, atau naik sekitar 125% dalam waktu kurang dari tiga tahun. Dalam satu tahun terakhir saja, harga emas telah naik lebih dari 50%, dengan imbal hasil emas selama 10 tahun terakhir menyentuh angka 180%.
Baca Juga: 4.000 Ton Emas di Fort Knox Diminta Diaudit oleh Kongres AS lewat Undang-Undang Baru
Pada 22 April 2025, harga emas mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa di level US$3.500 per ons. Kenaikan ini didorong oleh kekhawatiran resesi global, pelemahan dolar AS, ancaman inflasi akibat kebijakan tarif, serta meningkatnya ketegangan geopolitik — khususnya antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Apa Prediksi Harga Emas Selanjutnya?
Meski tidak ada yang bisa memastikan arah harga emas di masa depan, sejumlah lembaga keuangan besar dan analis terkemuka telah merevisi target harga emas mereka untuk tahun 2025 dan seterusnya — mayoritas ke arah yang lebih tinggi.
Goldman Sachs memproyeksikan bahwa permintaan dari bank sentral akan terus menjadi pendorong utama harga emas. Dalam skenario dasar, harga emas diprediksi mencapai US$3.700 per ons pada akhir 2025, dan bisa menembus US$3.880 jika resesi menghantam AS.
Dalam skenario risiko tinggi, target emas bisa menyentuh US$4.500 per ons di akhir tahun, memberikan potensi return hingga 71,5%.
Pada hari emas menyentuh US$3.500, JP Morgan merilis prediksi bahwa harga emas bisa mencapai US$4.000 per ons pada 2026. Prediksi ini didasarkan pada kekhawatiran resesi serta kebijakan tarif baru dari pemerintah Trump yang memperpanjang ketegangan dagang global.
Citi Research sebelumnya menaikkan target harga emas untuk tiga bulan ke depan menjadi US$3.500 per ons dari US$3.200, berkat permintaan dari perusahaan asuransi Tiongkok dan aliran dana safe haven. Target ini kini telah tercapai, dan pasar kini menanti revisi target terbaru dari Citi.
Sementara itu, data dari World Gold Council menunjukkan bahwa ETF emas fisik global mencatatkan arus keluar sebesar US$1,8 miliar pada Mei, mengakhiri tren masuk selama lima bulan berturut-turut — menandakan volatilitas jangka pendek dalam permintaan.
Baca Juga: Robert Kiyosaki Peringatkan Hyperinflasi: Emas, Properti dan Bitcoin Solusi Finansial
Pandangan dari Tokoh-Tokoh Emas Dunia
Menurut Milling-Stanley, ketidakpastian adalah pendorong utama harga emas. Ia menyatakan bahwa "lantai harga" emas kini telah naik dari US$2.000 ke atas US$3.000. Dalam skenario optimis, harga emas bisa mencapai US$3.900.
Paulson percaya bahwa pelemahan dolar AS dan pembelian emas oleh bank sentral akan mendorong harga emas hingga US$5.000 per ons pada 2028.
Morris memproyeksikan harga emas bisa mencapai US$7.000 pada 2030, seiring inflasi yang tinggi dan menurunnya daya tarik obligasi dan saham di negara maju.
Meskipun tidak memberikan target harga, Dalio membeli 1,1 juta saham ETF emas SPDR Gold Shares senilai hampir US$319 juta pada kuartal pertama 2025. Ini menandakan kepercayaannya terhadap emas sebagai aset lindung nilai.
Kiyosaki memiliki pandangan ekstrem: harga emas bisa mencapai US$25.000 karena ketidakstabilan sistem keuangan global, penurunan peringkat kredit AS, dan melemahnya penjualan obligasi pemerintah AS.