Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak mentah bergerak tipis di perdagangan Asia tetapi berada di jalur kenaikan minggu keempat secara berturut-turut. Harga minyak pun bertahan di dekat level tertinggi sejak akhir April, di tengah harapan kuatnya permintaan bahan bakar musim panas dan beberapa kekhawatiran pasokan.
Jumat (5/7) pukul 9.15 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman September 2024 turun 2 sen menjadi US$ 87,41 per barel. Ini membuat Brent naik 7% selama empat minggu terakhir.
Harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Agustus 2024 naik 9 sen menjadi US$ 83,97 per barel. WTI pun telah naik 9% selama empat minggu terakhir.
Harga minyak naik minggu ini karena ekspektasi permintaan musim panas yang kuat di Amerika Serikat (AS), konsumen minyak terbesar di dunia.
“Sentimen pasar minggu ini didukung oleh indikator mobilitas yang kuat dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah,” kata analis di ANZ Research dalam sebuah catatan pada hari Jumat.
Baca Juga: Harga Minyak Brent Ditutup di Atas US$ 87, Level Tertinggi Sejak April 2024
Energy Information Administration (EIA) melaporkan penurunan persediaan sebesar 12,2 juta barel pada minggu lalu, dibandingkan dengan ekspektasi para analis yang memperkirakan penurunan sebesar 700.000 barel.
Data AS pada hari Rabu (3/7) menunjukkan bahwa permohonan tunjangan pengangguran AS untuk pertama kalinya meningkat pada minggu lalu sementara jumlah pengangguran juga meningkat, yang menurut para analis berpotensi mempercepat penurunan suku bunga oleh Federal Reserve AS dan mendukung pasar minyak.
Di sisi pasokan, Reuters melaporkan pada hari Kamis bahwa produsen minyak Rusia Rosneft dan Lukoil akan mengurangi tajam ekspor minyak dari pelabuhan Novorossiisk di Laut Hitam pada bulan Juli.
Sementara itu, Saudi Aramco dari Arab Saudi memangkas harga minyak mentah Arab Light andalan yang akan dijual ke Asia pada bulan Agustus menjadi US$ 1,80 per barel di atas rata-rata Oman/Dubai, menggarisbawahi tekanan yang dihadapi oleh produsen OPEC seiring meningkatnya pasokan non-OPEC.
Para pedagang juga memantau perang di Gaza dan pemilu di Perancis dan Inggris, kata para analis.