Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Harga minyak naik tipis di awal pekan ini karena eksportir utama Arab Saudi dan Rusia mengatakan akan tetap melakukan pengurangan produksi minyak secara sukarela hingga akhir tahun. Hal itu menjaga pasokan tetap ketat dan di saat yang sama investor mewaspadai sanksi Amerika Serikat (AS) yang lebih keras ke Iran.
Senin (6/11) pukul 14.00 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Januari 2024 naik 55 sen atau 0,65% ke US$ 85,44 per barel.
Sejalan, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Desember 2023 berada di level US$ 81,14 per barel setelah naik 63 sen, atau 0,78%.
Arab Saudi mengonfirmasi akan melanjutkan pengurangan sukarela tambahan sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada bulan Desember 2023 untuk mempertahankan produksi sekitar 9 juta barel per hari, kata sumber di kementerian energi dalam sebuah pernyataan. Keputusan Arab Saudi ini sejalan dengan ekspektasi para analis.
Rusia juga mengumumkan akan melanjutkan pengurangan pasokan sukarela tambahan sebesar 300.000 barel per hari dari ekspor minyak mentah dan produk minyak bumi hingga akhir Desember.
Baca Juga: Saudi & Rusia Menegaskan Pemangkasan Produksi, Harga Minyak Naik Pagi Ini (6/11)
Analis ING mengatakan dalam sebuah catatan bahwa pasar minyak akan mengalami surplus pada kuartal pertama tahun depan, “yang mungkin cukup untuk meyakinkan Arab Saudi dan Rusia untuk terus melakukan pengurangan.”
Kontrak Brent dan WTI mencatat penurunan mingguan kedua berturut-turut pada minggu lalu, turun sekitar 6% karena premi risiko geopolitik memudar ketika diplomat AS bertemu dengan para pemimpin regional untuk membatasi risiko perang Israel-Hamas yang menyebabkan konflik lebih luas di Timur Tengah.
“Pasar tidak memperhitungkan terlalu banyak risiko geopolitik pada tingkat saat ini, sehingga hal ini tetap menjadi risiko utama,” kata Suvro Sarkar, analis DBS yang berbasis di Singapura.
Minggu ini, investor mengamati lebih banyak data ekonomi dari China setelah konsumen minyak terbesar kedua di dunia itu merilis data pabrik bulan Oktober yang mengecewakan pada minggu lalu.
Analis IG yang berbasis di Sydney, Tony Sycamore memperkirakan, harga minyak akan didorong oleh berita utama dari Timur Tengah dan grafik teknis minggu ini.
Dia menambahkan bahwa WTI perlu mempertahankan dukungan di atas US$ 80 per barel pada awal minggu ini, jika tidak, harga bisa turun ke level terendah US$ 77,59 per barel yang terlihat pada bulan Agustus.
Sarkar memperkirakan, Brent akan tetap berada dalam kisaran US$ 80 - US$ 85 per barel. Hal itu sejalan dengan berlanjutnya pengurangan pasokan, berakhirnya kenaikan suku bunga, dan jatuhnya dolar AS, setelah data gaji AS lebih lemah dari perkiraan pada hari Jumat.
Baca Juga: Tensi Geopolitik Timur Tengah Tinggi, Intip Rekomendasi Saham Sektor Energi Berikut
Pada hari Jumat, Dewan Perwakilan Rakyat AS mengesahkan rancangan undang-undang untuk memperkuat sanksi terhadap minyak Iran yang akan menerapkan tindakan terhadap pelabuhan dan kilang asing yang memproses minyak yang diekspor dari Iran jika undang-undang tersebut ditandatangani menjadi undang-undang.
Sarkar menambahkan, para analis masih mengamati apakah undang-undang tersebut akan mempengaruhi ekspor minyak Iran. Sanksi semacam itu sering kali disertai keringanan keamanan nasional, dan Tiongkok masih dapat terus mengimpor minyak Iran.
Di Amerika Serikat, jumlah rig minyak turun sebanyak 8 rig menjadi 496 rig pada minggu lalu, yang merupakan level terendah sejak Januari 2022, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes dalam laporan mingguannya pada hari Jumat.