kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.942.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.395   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.907   -61,50   -0,88%
  • KOMPAS100 997   -14,27   -1,41%
  • LQ45 765   -9,88   -1,28%
  • ISSI 225   -2,18   -0,96%
  • IDX30 397   -4,54   -1,13%
  • IDXHIDIV20 466   -5,69   -1,21%
  • IDX80 112   -1,62   -1,42%
  • IDXV30 115   -1,15   -0,99%
  • IDXQ30 128   -1,29   -0,99%

Harga Minyak Mentah Berpotensi Naik US$5 Usai Serangan AS ke Iran


Minggu, 22 Juni 2025 / 20:07 WIB
Harga Minyak Mentah Berpotensi Naik US$5 Usai Serangan AS ke Iran
ILUSTRASI. Pada penutupan Jumat (21/6), harga Brent berada di level US$ 77,01 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) berada di US$ 73,84. REUTERS/Alexander Manzyuk


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - LONDON. Harga minyak mentah diperkirakan akan melonjak antara US$ 3 hingga US$ 5 per barel saat perdagangan dibuka kembali pada Minggu (22/6) malam waktu setempat, menyusul serangan militer Amerika Serikat (AS) terhadap Iran akhir pekan ini.

Analis memperingatkan bahwa kenaikan harga bisa lebih tinggi jika Iran melakukan balasan keras yang berdampak pada pasokan minyak global.

Baca Juga: Subsidi Energi Aman, APBN Terkendali Selama Harga Minyak di Bawah US$95 per Barel

Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa serangan tersebut telah “menghancurkan” fasilitas nuklir utama Iran.

Ia juga menyatakan bahwa AS akan melanjutkan serangan terhadap target lain di Iran jika negara tersebut tidak bersedia berdamai.

Serangan ini menandai eskalasi konflik AS-Iran yang terjadi di tengah agresi militer Israel ke wilayah Iran.

Iran, yang merupakan produsen minyak mentah terbesar ketiga dalam Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), bersumpah akan membela diri dan menyatakan semua opsi terbuka.

Baca Juga: AS Serang Fasilitas Nuklir Iran, Harga Minyak bisa Melonjak Jika Konflik Meluas

"Lonjakan harga minyak sangat mungkin terjadi," kata Jorge Leon, Kepala Analisis Geopolitik di Rystad dan mantan pejabat OPEC.

"Bahkan tanpa balasan langsung dari Iran, pasar akan memperhitungkan premi risiko geopolitik yang lebih tinggi."

Analis SEB, Ole Hvalbye, memperkirakan harga minyak acuan global Brent bisa naik antara US$ 3 hingga US$ 5 per barel saat pasar dibuka.

Pada penutupan Jumat (21/6), harga Brent berada di level US$ 77,01 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) berada di US$ 73,84.

Ole Hansen dari Saxo Bank menyebutkan bahwa harga bisa langsung melonjak US$ 4 hingga US$ 5 per barel, sembari mengantisipasi aksi ambil untung dari investor yang telah mengambil posisi beli (long position).

Baca Juga: Efek Serangan AS ke Iran: Harga Minyak Terancam Naik dan Rupiah Tertekan

Harga minyak sempat melemah pada Jumat lalu setelah AS mengumumkan sanksi baru terkait Iran, termasuk terhadap dua entitas yang berbasis di Hong Kong.

Namun secara keseluruhan, sejak konflik dimulai pada 13 Junidengan serangan Israel ke fasilitas nuklir Iran dan balasan rudal Iran ke Tel Aviv harga Brent telah naik 11% dan WTI sekitar 10%.

Meski demikian, analis UBS Giovanni Staunovo menilai bahwa kondisi pasokan global yang masih stabil dan kapasitas cadangan produksi dari negara OPEC lainnya telah menahan lonjakan harga minyak lebih lanjut.

"Arah harga minyak dari titik ini akan sangat ditentukan oleh apakah terjadi gangguan pasokan. Jika ya, harga akan naik lebih tinggi. Tapi jika konflik mereda, premi risiko akan menyusut," katanya.

Sementara itu, seorang anggota parlemen senior Iran menyatakan bahwa negaranya bisa saja menutup Selat Hormuz sebagai langkah balasan.

Meski demikian, pernyataan lain dari parlemen menyebut bahwa opsi itu hanya akan diambil jika kepentingan vital Iran terancam.

Baca Juga: Harga Minyak Memanaskan Bisnis Emiten Migas, Cek Rekomendasi Analis

Sebagai informasi, sekitar 20% konsumsi minyak global melintasi Selat Hormuz, jalur strategis yang menghubungkan Teluk Persia dengan pasar dunia.

SEB menilai bahwa penutupan Selat Hormuz atau perluasan konflik ke negara produsen minyak lain akan “secara signifikan mengerek harga minyak.”

Namun, skenario tersebut dinilai masih sebagai risiko tambahan, bukan skenario utama, mengingat tingginya ketergantungan Tiongkok terhadap minyak dari kawasan Teluk.

Ajay Parmar, Direktur Analis Energi Transisi di ICIS, menilai bahwa meskipun Iran menutup Selat Hormuz, hal itu kemungkinan tidak akan bertahan lama.

Baca Juga: AS Serangan Fasilitas Nuklir Iran: Harga Minyak Melonjak, Investor Cari Aset Aman

“Kebanyakan ekspor minyak Iran ke China juga melewati selat ini, dan Trump tak akan tinggal diam menghadapi lonjakan harga minyak yang diakibatkannya. Tekanan diplomatik dari dua ekonomi terbesar dunia pasti akan sangat kuat,” kata Ajay.

Selanjutnya: Dividen Deras, Harga CPO Tinggi, Saham Sawit Masih Menarik

Menarik Dibaca: iPhone 11 Pro Masih Dapat Update iOS? Yuk, Cek Jawabannya Berikut ini!




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×