Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak tergelincir pada awal perdagangan sesi Asia pada awal pekan ini. Sentimen yang menghambat datang dari perlambatan ekonomi makro global dan kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve yang mengimbangi perkiraan pasokan yang lebih ketat di tengah pemotongan OPEC+.
Senin (3/7) pukul 08.15 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman September 2023 turun 20 sen, atau 0,3%, menjadi US$ 75,21 per barel. Padahal pada Jumat (30/6), Brent menguat 0,8%.
Sejalan, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Agustus 2023 melemah 23 sen atau 0,3% ke US$ 70,41 per barel, setelah ditutup 1,1% lebih tinggi di sesi sebelumnya.
Brent turun untuk kuartal keempat berturut-turut pada akhir Juni, sementara WTI mencatat penurunan kuartalan kedua karena dua ekonomi teratas dunia, AS dan China, kehilangan kecepatan pada kuartal kedua.
Kekhawatiran perlambatan lebih lanjut yang merugikan permintaan bahan bakar tumbuh setelah data pada hari Jumat menunjukkan inflasi AS masih melampaui target 2% bank sentral dan memicu ekspektasi akan menaikkan suku bunga lagi.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Menuju Penurunan Kuartal Keempat Beruntun, Jumat (30/6)
"Komentar hawkish tentang suku bunga terus meningkatkan kekhawatiran prospek permintaan yang membebani harga," kata analis National Australia Bank dalam sebuah catatan.
Suku bunga yang lebih tinggi dapat memperkuat the greenback, dan membuat komoditas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, dan juga mengurangi permintaan minyak.
Pasar juga masih menanti rilis survei bulanan PMI manufaktur sektor swasta untuk China dari Caixin pada bulan Juni yang diperkirakan akan turun sedikit dari bulan Mei.
Ekonom dan analis telah menurunkan perkiraan harga Brent mereka menjadi rata-rata US$ 83,03 per barel pada tahun 2023, dalam jajak pendapat minyak Reuters bulan Juni.
Namun, beberapa analis memperkirakan pasokan akan semakin ketat dan mendorong harga lebih tinggi di paruh kedua setelah eksportir utama Arab Saudi menjanjikan pengurangan produksi tambahan 1 juta barel per hari pada bulan Juli, sementara AS secara bertahap mengisi Cadangan Minyak Strategisnya.
"Kami terus melihat kenaikan dari level saat ini karena pasar diperkirakan akan mengalami defisit pada 2H 2023," kata analis NAB.
Namun, survei Reuters terbaru menunjukkan produksi minyak OPEC hanya turun sedikit pada bulan Juni karena kenaikan di Irak dan Nigeria membatasi dampak pemotongan oleh pihak lain.
Investor menantikan konferensi akhir pekan ini yang diselenggarakan oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk isyarat pasokan.
Rig minyak AS turun satu menjadi 545 minggu lalu, level terendah sejak April 2022, sementara rig gas turun enam menjadi 124, terendah sejak Februari 2022, data Baker Hughes menunjukkan.
Produksi minyak mentah AS turun pada April menjadi 12,615 juta barel per hari (bpd), terendah sejak Februari, Administrasi Informasi Energi AS mengatakan pada Jumat.