Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - LONDON. Permintaan global terhadap minyak dan gas bumi diperkirakan masih akan terus meningkat hingga tahun 2050, demikian laporan terbaru International Energy Agency (IEA) yang dirilis pada Rabu (12/11/2025).
Perkiraan ini menunjukkan pergeseran signifikan dari pandangan IEA sebelumnya yang memperkirakan transisi cepat menuju energi bersih, sekaligus menjadi sinyal bahwa dunia kemungkinan gagal mencapai target iklim global sesuai perjanjian Paris 2015.
IEA, lembaga pengawas keamanan energi negara-negara Barat, kini menghadapi tekanan baru dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang mendorong ekspansi lebih besar terhadap produksi minyak dan gas domestik.
Di era pemerintahan sebelumnya, Presiden Joe Biden mendorong kebijakan energi bersih, dan IEA bahkan sempat memproyeksikan bahwa permintaan minyak dunia akan mencapai puncak pada dekade ini, serta menyatakan bahwa tidak diperlukan lagi investasi baru di sektor minyak dan gas jika dunia ingin mencapai target nol emisi bersih (net zero).
Baca Juga: Eni dan Petronas Bentuk Perusahaan Patungan, Satukan Aset Migas di RI dan Malaysia
Namun, Menteri Energi AS saat ini, Chris Wright, menyebut proyeksi permintaan puncak IEA sebagai hal yang “tidak masuk akal.” AS sendiri merupakan kontributor terbesar pendanaan IEA, dan analisis lembaga ini sering dijadikan acuan utama kebijakan energi global oleh pemerintah dan korporasi di seluruh dunia.
Skenario Kebijakan Saat Ini, Bukan Target Iklim
Dalam laporan tahunan World Energy Outlook 2025, IEA menyatakan bahwa di bawah skenario kebijakan saat ini (current policies scenario), permintaan minyak global diprediksi mencapai 113 juta barel per hari pada pertengahan abad ini—naik sekitar 13% dibandingkan konsumsi tahun 2024.
IEA juga memperkirakan bahwa permintaan energi global akan meningkat sebesar 90 exajoule pada 2035, atau naik 15% dibandingkan level saat ini.
Skenario ini mempertimbangkan kebijakan pemerintah yang sudah diterapkan, bukan komitmen atau aspirasi menuju target iklim jangka panjang.
Lembaga tersebut terakhir kali menggunakan pendekatan serupa pada tahun 2019, sebelum beralih ke skenario transisi energi bersih mulai 2020. Namun, dalam laporan 2025 ini, skenario komitmen iklim (pledges scenario) dihapus karena tidak cukup banyak negara yang menyerahkan rencana iklim baru untuk periode 2031–2035.
Dalam skenario kebijakan yang diajukan (stated policies scenario), yang mencakup kebijakan yang telah diusulkan namun belum diimplementasikan sepenuhnya, permintaan minyak diperkirakan mencapai puncak sekitar tahun 2030.
IEA menegaskan bahwa semua skenario tersebut bukanlah ramalan pasti, melainkan analisis berbasis asumsi yang menggambarkan berbagai kemungkinan perkembangan energi global.
Kapasitas LNG Dunia Meningkat Tajam
Laporan tersebut juga mencatat lonjakan besar investasi baru di sektor gas alam cair (LNG) pada tahun 2025. Diproyeksikan, sekitar 300 miliar meter kubik (bcm) kapasitas ekspor LNG baru akan mulai beroperasi hingga tahun 2030, menandai kenaikan 50% pasokan global.
Baca Juga: Deloitte: Tarif Impor AS Berpotensi Naikkan Biaya dan Tunda Proyek Migas hingga 2026
Di bawah skenario kebijakan saat ini, pasar LNG dunia diprediksi tumbuh dari sekitar 560 bcm pada 2024 menjadi 880 bcm pada 2035, dan 1.020 bcm pada 2050, didorong oleh meningkatnya permintaan listrik dari pusat data (data centers) dan pertumbuhan kecerdasan buatan (AI).
IEA juga mencatat bahwa investasi global untuk pusat data diperkirakan mencapai US$580 miliar pada tahun 2025, melampaui US$540 miliar per tahun yang dihabiskan dunia untuk pasokan minyak.
Dunia Diperkirakan Gagal Menahan Kenaikan Suhu di Bawah 1,5°C
Laporan IEA juga memuat skenario net zero, yaitu jalur untuk menurunkan emisi energi global hingga nol bersih pada 2050.
Lebih dari 190 negara, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Indonesia, telah berkomitmen dalam Perjanjian Paris 2015 untuk menahan kenaikan suhu global tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas level pra-industri.
Namun, IEA menegaskan bahwa seluruh skenario menunjukkan dunia akan melampaui batas 1,5°C, kecuali jika teknologi penghilangan karbon (carbon removal) diterapkan secara masif dan efektif.













