Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - LONDON. Badan Energi Internasional (EIA) memperkirakan permintaan minyak global akan mencapai puncaknya pada tahun 2029, dan mulai menyusut pada tahun berikutnya. Sementara itu, Amerika Serikat dan negara-negara di luar OPEC menambah pasokan, yang mengakibatkan surplus terbesar dalam dekade ini.
Mengutip Reuters, Rabu (12/6), laporan dari EIA ini bertolak belakang dengan pandangan kelompok produsen minyak, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang melihat permintaan meningkat jauh setelah tahun 2029, sebagian karena peralihan ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan berjalan lambat.
Dalam laporan tahunannya, EIA memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak akan mencapai 105,6 juta barel per hari (bph) pada tahun 2029, sebelum mengalami kontraksi sedikit pada tahun 2030 seiring dengan meningkatnya penggunaan mobil listrik, peningkatan efisiensi, dan peralihan pembangkit listrik dari minyak.
Baca Juga: Harga Minyak Melonjak 3% di Tengah Harapan Permintaan Bahan Bakar di Musim Panas
EIA juga memperkirakan kapasitas pasokan mencapai hampir 114 juta barel per hari pada tahun 2030, atau 8 juta barel per hari di atas permintaan yang diproyeksikan, dimana produsen non-OPEC+ yang dipimpin oleh AS menyumbang tiga perempat dari peningkatan kapasitas tersebut.
“Proyeksi laporan ini, berdasarkan data terbaru, menunjukkan surplus pasokan besar yang muncul pada dekade ini, menunjukkan bahwa perusahaan minyak mungkin ingin memastikan strategi dan rencana bisnis mereka siap menghadapi perubahan yang terjadi,” kata Direktur Eksekutif EIA Fatih Birol.
Perkiraan EIA pada bulan Oktober tidak terlalu spesifik mengenai waktu puncak permintaan minyak, dan menyatakan bahwa hal itu akan terjadi sebelum tahun 2030.
Sementara OPEC memperkirakan permintaan akan meningkat hingga tahun 2045 dan belum memperkirakan puncaknya.
Pertumbuhan permintaan sebagian besar akan didorong oleh negara-negara berkembang di Asia, terutama oleh transportasi jalan raya di India, serta bahan bakar jet dan petrokimia di China.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Kamis (16/5), Brent ke US$83,10 dan WTI ke US$79,03
Menurut EIA, proyeksi kelebihan pasokan akan berdampak lebih luas, tidak terkecuali bagi negara-negara OPEC yang sebagian besar pendapatan pemerintahnya bergantung pada minyak.
“Cadangan kapasitas pada tingkat tersebut dapat berdampak signifikan terhadap pasar minyak – termasuk bagi negara-negara produsen di OPEC dan negara-negara lain, serta bagi industri minyak serpih AS.”
Kesenjangan dengan OPEC
Dalam laporan terpisah yang dirilis pada hari Rabu, EIA memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak untuk tahun 2024 sebesar 100.000 barel per hari menjadi 960.000 barel per hari, dengan alasan lesunya konsumsi di negara-negara maju.
Menurut EIA, perekonomian yang lesu dan penggunaan energi ramah lingkungan akan membuat permintaan minyak hanya akan tumbuh jadi sebesar 1 juta barel per hari pada tahun depan.
Proyeksi tersebut jauh di bawah perkiraan OPEC, yang pada Selasa mempertahankan proyeksi pertumbuhan permintaan pada tahun 2024 sebesar 2,25 juta barel per hari dan 1,85 juta barel per hari pada tahun 2025.
Baca Juga: Harga Minyak Rebound 1% Setelah Penurunan Minyak Mentah dan Data Inflasi
Kesenjangan antara EIA dan OPEC pada pertumbuhan tahun 2024 sekarang bahkan lebih lebar dibandingkan awal tahun ini, ketika analisis Reuters menemukan bahwa perbedaan sebesar 1,03 juta barel per hari pada bulan Februari adalah yang terbesar setidaknya sejak tahun 2008.
Birol, berbicara kepada wartawan di webinar setelah laporan tersebut dirilis, menyebut perbedaan proyeksi permintaan dengan OPEC sebagai sesuatu yang patut diperhatikan.
“Tentu kita lihat di akhir tahun,” ucapnya.
“Kami melihat data, setiap jumlah, setiap hari, untuk memberikan informasi terbaik bagi pengambil keputusan dan masyarakat.”