Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Thailand mencatat defisit transaksi berjalan sebesar US$ 191 juta pada Januari 2024, setelah mencatat surplus sebesar US$ 2,1 miliar pada bulan sebelumnya.
Bank Sentral mengungkapkan, defisit perdagangan ini didorong oleh impor emas yang lebih tinggi.
Mengutip Reuters, Kamis (29/2), Bank of Thailand mengungkapkan, ekspor Thailand pada Januari 2024 naik 7,2% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara impor naik 1,5% secara tahunan. Hal ini mengakibatkan defisit perdagangan sebesar US$ 1,1 miliar.
“Saldo transaksi berjalan sedikit defisit, terutama disebabkan oleh neraca perdagangan yang berubah menjadi defisit karena impor emas yang lebih tinggi,” kata Asisten Gubernur Chayawadee Chai-Anant dalam jumpa pers.
Baca Juga: PM Thailand Kembali Tekan Bank Sentral untuk Pangkas Suku Bunga Acuan
Chayawadee menambahkan, jika tidak memasukkan impor emas, transaksi berjalan akan sedikit surplus. Namun ia tak merinci lebih lanjut.
Impor emas melonjak hampir 230% secara tahunan pada bulan Januari.
Thailand mencatat hampir 6 juta kunjungan wisatawan asing dari 1 Januari hingga 25 Februari, naik 48% dibandingkan tahun lalu.
Bank of Thailand (BOT) mengatakan akan memantau dengan cermat perekonomian global, dampak konflik geopolitik, dan jalur suku bunga Federal Reserve.
Bulan ini, bank sentral dalam pemungutan suara terpisah mempertahankan suku bunga utama pada level 2,50%, tertinggi dalam lebih dari satu dekade. BOT menolak tekanan pemerintah untuk melakukan pelonggaran. Bank sentral selanjutnya akan meninjau kebijakan moneter pada 10 April.
Baca Juga: Bank Sentral Thailand (BoT) Menahan Suku Bunga di Level 2,50%
Perdana Menteri Srettha Thavisin, yang juga menteri keuangan, berselisih dengan bank sentral mengenai arah kebijakan moneter. Dia berulang kali mengatakan bahwa penurunan suku bunga akan membantu perekonomian yang dia gambarkan berada dalam krisis karena menghadapi utang rumah tangga yang tinggi dan perlambatan China.
Kepala Bank Sentral Sethaput Suthiwartnarueput secara terbuka tidak setuju dengan Srettha, dan mengatakan bahwa permasalahan Thailand bersifat struktural, dan pemotongan suku bunga atau pemberian stimulus ke dalam perekonomian, seperti yang diusulkan pemerintah, tidak akan mengatasi kelemahan yang ada.
Awal bulan ini, BOT menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2024 menjadi 2,5%-3,0% dari 3,2%. Pada tahun lalu, perekonomian tumbuh 1,9%.