Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pabrik-pabrik di negara-negara terbesar di Asia meningkatkan kegiatan produksi pada bulan Mei karena masalah rantai pasokan mulai teratasi. Tetapi permintaan global yang lesu tetap menjadi tantangan besar bagi banyak eksportir besar di kawasan ini.
Indeks Manajer Pembelian (PMI) untuk China dan Jepang menunjukkan adanya pertumbuhan kegiatan produksi pada bulan tersebut. Berbeda dengan indikator yang lemah dari Korea Selatan, Vietnam, dan Taiwan yang mengalami penurunan.
PMI yang tidak konsisten tersebut menunjukkan pemulihan yang tidak merata dari pandemi, terutama di China sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia. Perbedaan data juga mengaburkan prospek pertumbuhan di kawasan ini. Tetapi hasil survei tersebut memberikan sedikit optimisme.
"Survei PMI menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi China masih berlangsung pada bulan Mei, meskipun dengan kecepatan yang lebih lambat. Dukungan fiskal yang berkurang mempengaruhi aktivitas konstruksi," kata Julian Evans-Pritchard, analis dari Capital Economics kepada Reuters.
Baca Juga: Wall Street Turun di Perdagangan Terakhir Bulan Mei
Evans-Pritchard mengatakan, produksi manufaktur meningkat dan sektor jasa masih mengalami pertumbuhan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB kuartal kedua mungkin tidak seburuk yang banyak dikhawatirkan.
Indeks PMI manufaktur China Caixin/S&P Global naik menjadi 50,9 pada bulan Mei dari 49,5 pada bulan April. Indeks manufaktur melampaui angka 50 yang memisahkan antara pertumbuhan dan kontraksi.
Angka tersebut melebihi ekspektasi 49,5 dalam jajak pendapat Reuters, berbeda dengan kontraksi yang lebih dalam yang terlihat dalam PMI resmi yang dirilis pada hari Rabu.
"Pertumbuhan ekonomi saat ini kurang didorong secara internal dan entitas pasar kurang memiliki kepercayaan yang cukup, yang menunjukkan pentingnya memperluas dan memulihkan permintaan," kata Wang Zhe, Ekonom Senior di Caixin Insight Group.
Namun, keyakinan bisnis China untuk 12 bulan ke depan turun ke level terendah dalam tujuh bulan akibat kekhawatiran tentang prospek ekonomi global, menurut survei Caixin.
Baca Juga: India Selidiki Praktik Bisnis Xiaomi di Bawah Aturan Valas, Mantan Petinggi Dipanggil
Indeks PMI akhir Jibun Bank Jepang naik menjadi 50,6 pada bulan Mei, berada di atas ambang batas 50 untuk pertama kalinya sejak Oktober. Pembukaan ekonomi yang tertunda akibat pembatasan pandemi meningkatkan permintaan.
Namun, data terpisah yang dirilis pada hari Rabu menunjukkan penurunan tak terduga dalam produksi pabrik Jepang pada bulan April. Meskipun survei produsen memperkirakan peningkatan 1,9% pada bulan Mei, seorang pejabat pemerintah mengatakan bahwa permintaan luar negeri yang lemah meningkatkan risiko penyesuaian ke bawah dalam rencana mereka.
Di sisi lain, PMI Korea Selatan mencapai 48,4 pada bulan Mei, sedikit meningkat dari 48,1 pada bulan April. Tetapi, indeks manufaktur Negeri Ginseng ini kontraksi terpanjang dalam 14 tahun karena melambatnya permintaan global yang memengaruhi produksi dan pesanan.
Vietnam, Malaysia, dan Taiwan juga mengalami penurunan kegiatan pabrik pada bulan Mei. Sementara Filipina mengalami ekspansi, berdasarkan hasil survei tersebut.
Baca Juga: Sejumlah Investor Global Tertarik Masuk ke Industri Baterai EV di Indonesia
Ekonomi Asia sangat bergantung pada kekuatan pemulihan China. Sementara pemulihan ekonomi China tidak merata dengan pengeluaran jasa yang melebihi sektor-sektor berorientasi ekspor.
Dalam perkiraan yang dirilis pada bulan Mei, Dana Moneter Internasional atawa International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia sebesar 4,6% tahun ini setelah kenaikan 3,8% pada tahun 2022. Ekonomi Asia memberikan kontribusi sekitar 70% dari pertumbuhan global.
Namun, IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan Asia tahun depan menjadi 4,4%. Lembaga ini juga memperingatkan risiko terhadap prospek ekonomi seperti inflasi yang lebih tinggi dari yang diharapkan, melambatnya permintaan global, serta dampak dari ketegangan sektor perbankan AS dan Eropa.