Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - WOODSIDE. Pada Rabu (15/11/2023), Presiden AS Joe Biden menggelar pertemuan pertamanya dalam satu tahun terakhir dengan Presiden China Xi Jinping.
Dalam pertemuan tersebut, Biden menekankan perlunya kedua negara adidaya tersebut menghindari konflik. Ini menjadi sebuah seruan mendesak demi meredakan ketegangan yang terjadi di tengah kekacauan global.
Melansir Politico, Biden menggarisbawahi besarnya pertaruhan pertemuan yang diadakan di sela-sela KTT negara-negara Pasifik (APEC), dan menyatakan “dunia” memperhatikan hasilnya.
Seperti yang diketahui, hubungan antara Washington dan Beijing akan menjadi hubungan yang menentukan selama beberapa dekade. Akan tetapi, hubungan kedua negara ini memburuk di tengah meningkatnya ancaman konflik militer antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia yang telah mendorong hubungan ke titik terendah dalam setengah abad.
“Kita harus memastikan bahwa persaingan tidak mengarah pada konflik. Dan kita harus mengelola kompetisi ini secara bertanggung jawab,” kata Biden.
Biden mengakui bahwa dia dan rekannya Xi tidak selalu setuju pada semua hal.
Baca Juga: Kemampuan Xi Jinping Serang Taiwan di 2027 Diragukan karena Alasan Ini
"Namun, yang terpenting adalah Anda dan saya memahami satu sama lain dengan jelas, dari pemimpin ke pemimpin, tanpa kesalahpahaman atau miskomunikasi,” kata Biden kepada Xi.
Perlunya pembicaraan yang jujur juga disampaikan oleh Xi, yang duduk berhadapan dengan Biden di meja konferensi yang panjang, keduanya diapit oleh para pembantu seniornya.
Pemimpin Tiongkok tersebut mengangguk lebih langsung ke arah ketegangan antara kedua negara dan mencatat, melalui seorang penerjemah, hubungan antara Washington dan Beijing tidak berjalan “mulus”.
Akan tetapi, dia mengatakan bahwa dialog diperlukan karena mengabaikan satu sama lain adalah hal yang tidak realistis.
Xi juga meremehkan perlunya persaingan, dengan menyebutkan perbedaan mendasar antara AS dan China dan bahwa tidak realistis bagi satu pihak untuk mencoba membentuk pihak lain.
Pernyataan Xi mungkin merupakan sindiran halus bagi Washington agar tidak mencampuri tujuan Beijing, termasuk kebijakannya terkait Taiwan.
“Planet Bumi cukup besar bagi kedua negara untuk mencapai kesuksesan,” kata Xi, sebelum kedua belah pihak memulai pertemuan tertutup yang diperkirakan akan berlangsung berjam-jam.
Baca Juga: Biden dan Xi Akan Bahas Komunikasi dan Persaingan di KTT APEC
Mengutip AP, sejak terakhir kali kedua pemimpin bertemu, hubungan yang sudah sulit antara keduanya semakin tegang akibat jatuhnya balon mata-mata China yang melintasi AS, perbedaan pendapat terkait Taiwan, peretasan email pejabat Biden oleh China, dan insiden lainnya.
Biden diprediksi mengatakan kepada Xi bahwa dia ingin China menggunakan kekuasaannya atas Iran untuk memperjelas bahwa Teheran atau proksinya tidak boleh mengambil tindakan yang dapat menyebabkan perluasan perang Israel-Hamas.
Pemerintahan Biden memandang China, yang merupakan pembeli terbesar minyak Iran, memiliki pengaruh besar terhadap Iran, yang merupakan pendukung utama Hamas.
Menjelang pertemuan hari Rabu, para pejabat senior Gedung Putih mengatakan Biden akan pulang dengan hasil yang lebih konkrit dibandingkan pertemuan terakhir para pemimpin, pada November 2022 di Bali, Indonesia, di sela-sela KTT G20.
Disinyalir, bakal ada perjanjian dengan China untuk membantu menghentikan aliran bahan kimia yang digunakan dalam produksi fentanil ilegal, dan untuk menghidupkan kembali komunikasi antar militer yang semakin penting seiring meningkatnya insiden antara kapal dan pesawat kedua negara.
Biden pada hari Selasa menyebut pertemuan itu sebagai kesempatan untuk membuat Washington dan Beijing kembali “ke jalur normal” sekali lagi.
Baca Juga: China Berikan Penghormatan Terakhir untuk Mantan Perdana Menteri Li Keqiang
Namun juru bicara Dewan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan Biden tidak akan takut untuk berkonfrontasi ketika konfrontasi diperlukan dalam isu-isu yang tidak disepakati secara langsung.
“Kita juga tidak akan takut, dan kita tidak perlu takut, sebagai negara yang percaya diri, untuk terlibat dalam diplomasi mengenai cara-cara yang bisa kita lakukan untuk bekerja sama dengan Tiongkok – misalnya dalam bidang perubahan iklim, dan teknologi energi bersih,” kata Kirby.