Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Mengutip AP, sejak terakhir kali kedua pemimpin bertemu, hubungan yang sudah sulit antara keduanya semakin tegang akibat jatuhnya balon mata-mata China yang melintasi AS, perbedaan pendapat terkait Taiwan, peretasan email pejabat Biden oleh China, dan insiden lainnya.
Biden diprediksi mengatakan kepada Xi bahwa dia ingin China menggunakan kekuasaannya atas Iran untuk memperjelas bahwa Teheran atau proksinya tidak boleh mengambil tindakan yang dapat menyebabkan perluasan perang Israel-Hamas.
Pemerintahan Biden memandang China, yang merupakan pembeli terbesar minyak Iran, memiliki pengaruh besar terhadap Iran, yang merupakan pendukung utama Hamas.
Menjelang pertemuan hari Rabu, para pejabat senior Gedung Putih mengatakan Biden akan pulang dengan hasil yang lebih konkrit dibandingkan pertemuan terakhir para pemimpin, pada November 2022 di Bali, Indonesia, di sela-sela KTT G20.
Disinyalir, bakal ada perjanjian dengan China untuk membantu menghentikan aliran bahan kimia yang digunakan dalam produksi fentanil ilegal, dan untuk menghidupkan kembali komunikasi antar militer yang semakin penting seiring meningkatnya insiden antara kapal dan pesawat kedua negara.
Biden pada hari Selasa menyebut pertemuan itu sebagai kesempatan untuk membuat Washington dan Beijing kembali “ke jalur normal” sekali lagi.
Baca Juga: China Berikan Penghormatan Terakhir untuk Mantan Perdana Menteri Li Keqiang
Namun juru bicara Dewan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan Biden tidak akan takut untuk berkonfrontasi ketika konfrontasi diperlukan dalam isu-isu yang tidak disepakati secara langsung.
“Kita juga tidak akan takut, dan kita tidak perlu takut, sebagai negara yang percaya diri, untuk terlibat dalam diplomasi mengenai cara-cara yang bisa kita lakukan untuk bekerja sama dengan Tiongkok – misalnya dalam bidang perubahan iklim, dan teknologi energi bersih,” kata Kirby.