Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA/LONDON/NEW YORK. Investor global kembali melirik pasar saham dan obligasi Jepang, menyusul kemenangan Sanae Takaichi sebagai perdana menteri baru sekaligus perempuan pertama yang memimpin negeri tersebut.
Janji Takaichi untuk mendorong pertumbuhan melalui stimulus fiskal, pemotongan pajak, suku bunga rendah, dan peningkatan investasi menjadi magnet baru bagi pelaku pasar.
Sejak awal Oktober, arus dana ke saham dan obligasi berdenominasi yen terus mengalir. Data menunjukkan investor asing memborong saham Jepang senilai 4,36 triliun yen (sekitar US$ 28,9 miliar) dalam dua pekan hingga 11 Oktober, pembelian terbesar dalam dua minggu berturut-turut sejak 2005.
Baca Juga: Sanae Takaichi Terpilih Jadi PM Wanita Pertama Jepang, Siap Hidupkan Abenomics
Sebelumnya, investor asing sempat melakukan aksi jual selama tiga pekan.
Kebijakan propertumbuhan Takaichi mengerek indeks Nikkei ke rekor tertinggi. Kenaikan ini juga mendorong investor global untuk menimbang diversifikasi dari pasar AS dan Eropa yang dinilai sudah terlalu mahal.
Saat ini, indeks Nasdaq di AS naik 19% tahun ini dengan rasio harga terhadap laba (P/E) 34 kali, sementara Nikkei tumbuh 24% dengan P/E 22 kali. Indeks STOXX Eropa naik 13% dengan P/E 18 kali.
Peter Vassallo, manajer portofolio valas BNP Paribas Asset Management, mengatakan euforia atas kepemimpinan baru Jepang menambah keyakinan bahwa “masa suram ekonomi Jepang telah berakhir.”
Menurutnya, hal ini dapat mendorong aliran dana keluar dari saham AS yang sudah sangat terkonsentrasi menuju Jepang.
Baca Juga: Calon PM Jepang Sanae Takaichi Bakal Tunjuk Satsuki Katayama Jadi Menteri Keuangan
Namun, pelaku pasar menilai rotasi dana ke Jepang kemungkinan akan berlangsung hati-hati. Ketidakpastian muncul terkait hubungan antara Partai Demokrat Liberal (LDP) dan mitra koalisinya, Ishin.
Meskipun memiliki pandangan ideologis serupa, Ishin dikenal mendorong kebijakan pemerintahan kecil, sementara Takaichi cenderung probelanja.
Analis pasar James Malcolm dari JB Drax Honore menilai kebijakan Takaichi memiliki kemiripan dengan gaya Presiden AS Donald Trump, nasionalis dan agresif dalam stimulus fiskal.
“Ada sedikit aroma ‘Trump trade’ di sana,” ujarnya. Namun, ia mengingatkan, Jepang tidak memiliki ruang politik seluas AS dan masih menghadapi ekonomi yang melambat.
Pelemahan yen menjadi isu utama yang menahan sebagian investor. Mata uang Jepang itu telah turun hampir 4% bulan ini, yang memang menguntungkan sektor ekspor, namun merugikan investor asing.
Dalam pasar obligasi, strategi “Takaichi trade” berarti menjual yen dan obligasi pemerintah Jepang tenor panjang (JGB) karena kekhawatiran akan suku bunga rendah dan stimulus besar-besaran.
Baca Juga: Sanae Takaichi Jadi PM Perempuan Jepang, Dampak pada Yen & Saham
Meski begitu, sejumlah manajer investasi tetap optimistis. Nigel Foo, Kepala Investasi Pendapatan Tetap Asia di First Sentier Investors, memperkirakan Bank of Japan akan terus menaikkan suku bunga meski ada tekanan politik.
“Kami cenderung membeli ketika pasar panik, di situlah nilai sebenarnya muncul,” katanya.
Pandangan serupa disampaikan Van Luu dari Russell Investments. Ia memperkirakan dana Jepang yang selama ini diinvestasikan di obligasi AS akan mulai kembali ke dalam negeri.
“Repatriasi dana dari AS ke Jepang tampaknya akan menjadi sumber rotasi investasi berikutnya,” ujarnya.
Baca Juga: Sanae Takaichi Makin Dekat Jadi Perdana Menteri Wanita Pertama Jepang
Dengan prospek stimulus baru, valuasi menarik, dan perubahan politik yang signifikan, pasar Jepang kembali mencuri perhatian dunia, setidaknya untuk saat ini.













