Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Ketegangan di Timur Tengah yang memanas akibat konflik terbuka antara Iran dan Israel mendorong militer Amerika Serikat untuk mengerahkan sejumlah besar kekuatan udara ke kawasan Eropa dan Timur Tengah.
Dua pejabat AS yang berbicara kepada Reuters secara anonim mengungkapkan bahwa puluhan pesawat pengisian bahan bakar telah dipindahkan ke Eropa, memberikan Presiden Donald Trump berbagai opsi strategis dalam menghadapi situasi yang semakin tidak menentu.
AS Perkuat Postur Militer untuk Hadapi Eskalasi
Militer AS mengerahkan lebih dari 31 pesawat pengisian bahan bakar, sebagian besar jenis KC-135 dan KC-46, yang berangkat dari Amerika Serikat pada hari Minggu menuju Eropa.
Situs pelacakan penerbangan AirNav Systems mengonfirmasi pesawat-pesawat tersebut telah mendarat di beberapa lokasi strategis, termasuk Pangkalan Udara Ramstein di Jerman, serta bandara di Inggris, Estonia, dan Yunani.
Baca Juga: Konflik Iran-Israel Masuki Hari Kelima, Trump Desak Warga Iran Evakuasi dari Tehran
Langkah ini dibarengi dengan pergerakan kapal induk USS Nimitz menuju Timur Tengah. Kapal tersebut memiliki kapasitas lebih dari 5.000 personel dan membawa lebih dari 60 pesawat tempur, menjadikannya salah satu aset militer paling kuat milik Amerika Serikat.
Meski disebut sebagai penempatan "yang sudah direncanakan sebelumnya", pengiriman Nimitz dinilai memperkuat kesiapan tempur AS secara signifikan di kawasan tersebut.
Menurut Eric Schouten dari Dyami Security Intelligence, "Pengerahan mendadak lebih dari dua lusin pesawat pengisian bahan bakar bukanlah hal biasa. Ini adalah sinyal kesiapan strategis. Terlepas dari tujuan spesifiknya—baik untuk mendukung Israel maupun persiapan operasi jarak jauh—logistik adalah kunci, dan langkah ini menunjukkan kesiapan AS untuk eskalasi cepat bila konflik melebar."
Konflik Iran–Israel Capai Titik Kritis
Konflik meningkat tajam sejak Israel mulai membombardir Iran pada Jumat lalu, dengan tuduhan bahwa Teheran hampir mencapai kemampuan senjata nuklir. Sebagai respons, Iran dan Israel saling meluncurkan serangan besar yang menyebabkan korban jiwa dari kalangan sipil, dan memicu kekhawatiran akan meluasnya konflik ke kawasan regional yang lebih luas.
Presiden Trump disebut menolak rencana Israel untuk membunuh Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menurut dua pejabat AS. Sumber menyebutkan bahwa Amerika Serikat tidak mendukung serangan terhadap pimpinan politik Iran selama tidak ada serangan langsung terhadap fasilitas atau personel AS.
Fokus AS Masih Bersifat Defensif, Tapi Siap Berubah
Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menyatakan melalui media sosial X bahwa pihaknya telah memerintahkan pengerahan tambahan "kemampuan pertahanan" ke Timur Tengah, meski tidak menjelaskan secara rinci.
Baca Juga: Iran-Israel Berperang, Ekonomi Indonesia Bisa Ikut Meradang
"Melindungi pasukan AS adalah prioritas utama kami dan pengerahan ini dimaksudkan untuk memperkuat postur pertahanan kami di wilayah tersebut," tulis Hegseth.
Seorang pejabat AS lainnya menyebutkan bahwa meskipun aktivitas militer AS masih bersifat defensif, Washington telah memberi tahu negara-negara regional bahwa mereka siap beralih ke tindakan ofensif jika fasilitas AS menjadi target serangan dari Iran.
Saat ini, Amerika Serikat sudah memiliki sekitar 40.000 personel militer di Timur Tengah, termasuk sistem pertahanan udara, pesawat tempur, dan kapal perang yang siap menggagalkan serangan rudal.
Pentagon juga telah mengganti penempatan pembom B-2 dengan jenis pembom lain, termasuk B-52, yang mampu membawa bom penghancur bunker besar yang menurut para ahli dapat digunakan terhadap fasilitas nuklir Iran.