Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - DUBAI. Menteri Intelijen Iran Mahmoud Alavi mengatakan tekanan terus-menerus dari Barat bisa mendorong Teheran untuk melawan seperti "kucing yang tersudut" dan membuat senjata nuklir.
Pernyataan Alavi itu adalah langka bahwa Teheran mungkin memiliki kepentingan pada senjata nuklir, yang selama bertahun-tahun Republik Islam menegaskan tidak berniat mengembangkannya.
Pejabat Iran telah berulang kali menolak tuduhan membuat senjata nuklir, mengutip fatwa pada awal 2000-an oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, yang melarang pengembangan atau penggunaan senjata nuklir.
Amerika Serikat (AS) dan kekuatan Barat lainnya yang awalnya menandatangani kesepakatan nuklir 2015 dengan Iran tampaknya berada pada jalan buntu mengenai pihak mana yang harus kembali ke kesepakatan terlebih dahulu.
Baca Juga: Iran tidak patuhi kesepakatan nuklir, Biden tak akan cabut sanksi
Sehingga, sanksi AS yang telah melumpuhkan ekonomi Iran tidak bisa dengan cepat dicabut.
Senjata nuklir bertentangan dengan hukum syariah
"Pemimpin Tertinggi telah secara eksplisit mengatakan dalam fatwanya bahwa senjata nuklir bertentangan dengan hukum syariah dan Republik Islam melihatnya dilarang secara agama dan tidak mengejarnya," kata Alavi kepada TV Pemerintah Iran, seperti dikutip Reuters.
“Tapi, kucing yang terpojok mungkin berperilaku berbeda dari saat kucing itu bebas. Dan, jika mereka (negara-negara Barat) mendorong Iran ke arah itu (senjata nuklir), maka itu bukan lagi kesalahan Iran,” kata Alavi dalam wawancara yang disiarkan Senin (8/2) malam.
Iran bersikeras, program nuklirnya untuk menghasilkan tenaga dan untuk tujuan damai lainnya. Tetapi, badan intelijen AS dan pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakin, Iran pernah memiliki program senjata nuklir yang dihentikan.
Baca Juga: Keputusan final! Iran tolak patuhi perjanjian nuklir sebelum AS mencabut sanksi
Pemerintahan Joe Biden sedang menjajaki cara untuk memulihkan kesepakatan nuklir 2015 yang Iran tandatangani bersama kekuatan besar dunia. Tetapi, Pemerintah Donald Trump keluar dari perjanjian itu pada 2018 dan kembali menerapkan sanksi.
Iran membalas dengan melanggar ketentuan kesepakatan tersebut langkah demi langkah.
Biden sebelumnya mengatakan, jika Teheran kembali ke kepatuhan ketat dengan pakta itu, Washington akan mengikuti, menggunakan itu sebagai batu loncatan untuk perjanjian yang lebih luas yang mungkin membatasi pengembangan rudal Iran dan kegiatan regionalnya.
Hanya, Teheran bersikeras, Washington harus mengurangi sanksi terlebih dahulu sebelum melanjutkan kepatuhan kesepakatan nuklir 2015. Itu telah mengesampingkan negosiasi tentang masalah keamanan yang lebih luas.