Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Israel berpotensi menggempur Rafah selama bulan suci Ramadan jika Hamas tidak segera membebaskan sandera sebelum bulan itu dimulai. Ramadan tahun ini akan dimulai pada 10 Maret.
Saat ini lebih dari satu juta warga Palestina berlindung di Rafah, bagian selatan Jalur Gaza. Separuh populasi Gaza itu berpindah ke Rafah ketika militer Israel bertempur di Utara.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa serangan darat di Rafah sangat penting untuk memusnahkan batalion Hamas yang tersisa.
Benny Gantz, menteri Israel tanpa tugas khusus, berjanji pihaknya akan memfasilitasi evakuasi warga sipil Gaza melalui koordinasi dengan Amerika Serikat dan Mesir.
Baca Juga: PBB Khawatir Serangan Israel ke Rafah Berujung Pada Pembantaian
Dirinya juga berjanji akan terus berjuang hingga tujuan Israel tercapai, termasuk menghilangkan ancaman Hamas serta Hizbullah di Lebanon, memulangkan sekitar 130 sandera yang tersisa, dan menghilangkan kontrol Hamas di Gaza secara penuh.
"Kepada mereka yang mengatakan bahwa harga yang harus dibayar terlalu mahal, saya katakan dengan sangat jelas: Hamas punya pilihan. Mereka bisa menyerah, melepaskan sandera, dan dengan cara ini, warga Gaza bisa merayakan Ramadan," kata Gantz, dikutip Bloomberg.
PBB memperingatkan bahwa serangan Israel ke Rafah berpotensi berubah menjadi pembantaian.
"Operasi militer di Rafah bisa berujung pada pembantaian di Gaza. Mereka juga dapat meninggalkan operasi kemanusiaan yang sudah rapuh di ambang kematian," kata kepala bantuan PBB, Martin Griffiths, pada hari Selasa (13/2) dikutip Reuters.
Baca Juga: AS Diprediksi Akan Kembali Menggagalkan Upaya Gencatan Senjata di Gaza
Hingga saat ini komunitas internasional telah rutin memperingatkan konsekuensi berbahaya dari setiap invasi darat di Rafah. PBB juga mendesak Israel untuk tidak mengabaikan peringatan tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, terus mendesak agar kedua pihak segera menyetujui jeda kemanusiaan untuk membebaskan sandera dan menyalurkan bantuan.
"Harapan saya yang tulus adalah agar perundingan pembebasan sandera dan beberapa bentuk penghentian permusuhan berhasil untuk menghindari serangan besar-besaran di Rafah. Hal itu akan menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk," kata Guterres.