Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JERUSALEM/CAIRO. Pemerintah Israel menyatakan bahwa perlintasan Rafah, pintu gerbang utama Gaza menuju dunia luar, akan dibuka kembali dalam beberapa hari ke depan untuk memungkinkan ribuan warga Palestina yang membutuhkan perawatan medis keluar dari wilayah yang porak-poranda akibat perang.
Pengumuman ini disampaikan oleh COGAT, badan militer Israel yang menangani urusan kemanusiaan. COGAT mengatakan pembukaan kembali Rafah akan dikoordinasikan dengan Mesir dan diawasi oleh misi Uni Eropa, mengikuti mekanisme yang digunakan pada masa gencatan senjata Januari 2025.
Bagian dari Rencana 20 Poin Pemerintah AS
Pembukaan Rafah menjadi bagian dari rencana 20 poin Presiden AS Donald Trump, yang sebagian besar berhasil menghentikan konflik dua tahun antara Israel dan Hamas. Dalam perjanjian tersebut, Rafah seharusnya dibuka dua arah, untuk pergerakan orang dan bantuan.
Sebelum perang, Rafah merupakan satu-satunya jalur keluar langsung bagi warga Gaza dan menjadi pintu masuk utama bantuan kemanusiaan. Namun, perlintasan ini sebagian besar ditutup selama konflik.
Baca Juga: Hujan Lebat Sebabkan Banjir di Gaza, Pengungsi Palestina Kehilangan Tempat Berteduh
Menurut data PBB, sedikitnya 16.500 pasien di Gaza membutuhkan perawatan medis di luar wilayah. Sejumlah kecil warga berhasil keluar untuk berobat melalui Israel, tetapi sebagian besar masih menunggu.
“Kami telah menunggu pembukaan Rafah selama berbulan-bulan,” kata seorang pengusaha Gaza, Tamer al-Burai, yang membutuhkan perawatan untuk kondisi pernapasan.
“Akhirnya, saya dan ribuan pasien lain mungkin mendapat kesempatan untuk mendapatkan perawatan yang layak,” ujarnya kepada Reuters melalui telepon.
Israel Tahan Pembukaan karena Isu Sandera
Sejak gencatan senjata Oktober, Israel menutup Rafah dalam kedua arah, menuntut Hamas mematuhi perjanjian dengan mengembalikan seluruh sandera, baik yang masih hidup maupun meninggal.
Hamas telah menyerahkan 20 sandera hidup dan menerima imbalan pembebasan sekitar 2.000 tahanan Palestina, namun dua jenazah sandera – seorang polisi Israel dan pekerja pertanian asal Thailand – masih berada di Gaza.
Kelompok Islamic Jihad, sekutu Hamas yang juga sempat menahan sandera pada serangan 7 Oktober 2023, mengatakan sedang bekerja sama dengan Palang Merah untuk mencari jenazah salah satu dari dua sandera yang masih hilang.
Baca Juga: Serangan Udara Israel Tewaskan Sembilan Orang di Gaza
Pengumuman ini muncul sehari setelah Hamas menyerahkan jenazah yang diklaim sebagai salah satu sandera tersebut, namun hasil forensik Israel menyatakan jenazah itu bukan milik keduanya.
Tantangan Berat Fase Berikutnya
Pengembalian seluruh sandera merupakan syarat utama fase pertama gencatan senjata. Namun, jalan menuju fase berikutnya dinilai penuh hambatan, termasuk:
-
Pelucutan senjata Hamas
-
Penarikan pasukan Israel dari Gaza
-
Masa depan tata kelola Gaza
-
Pengaturan keamanan internasional
Permasalahan ini diperkirakan akan menjadi inti dalam perundingan lanjutan antara kedua pihak dan mediator internasional.












