kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Jelang KTT, Uni Eropa Desak China untuk Tidak Bantu Rusia Selama Perang di Ukraina


Jumat, 01 April 2022 / 13:18 WIB
Jelang KTT, Uni Eropa Desak China untuk Tidak Bantu Rusia Selama Perang di Ukraina
ILUSTRASI. Bendera Uni Eropa


Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. Uni Eropa dan China akan mengadakan KTT pada Jumat (1/4). Dalam pertemuan puncak pertama dalam dua tahun terakhir, Uni Eropa akan mendesak China agar tidak membantu Rusia selama perang di Ukraina.

Para pejabat Uni Eropa mengatakan, bantuan apa pun yang diberikan kepada Rusia akan merusak reputasi internasional China, dan membahayakan hubungan dengan mitra dagang terbesarnya, yakni Eropa dan Amerika Serikat (AS).

Dilansir dari Reuters, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan dan Dewan Eropa Charles Michel akan mengadakan pembicaraan virtual dengan Perdana Menteri China Li Keqiang. Agenda berikutnya adalah pertemuan virtual dengan Presiden Xi Jinping.

Baca Juga: Google Melacak Kehadiran Hacker Rusia di Jaringan Digital NATO

Seorang pejabat Uni Eropa menyebutkan, pernyataan sikap China terhadap Rusia akan menjadi kunci dari pertemuan puncak pada Jumat.

Pejabat lainnya, yang juga berbicara secara anonim, menegaskan pentingnya peran Eropa dan AS terhadap ekonomi China.

Menurut dia, lebih dari seperempat perdagangan global China adalah dengan Eropa dan AS. Sementara dengan Rusia, China hanya melakukan perdagangan sebesar 2,4%.

Wang Yiwei, pakar Eropa di Universitas Renmin Beijing, mengatakan, China dan Uni Eropa memiliki pandangan yang sama untuk mengakhiri perang Ukraina.

"Saya membayangkan China ingin menggunakan KTT ini untuk berdiskusi dengan Uni Eropa mengenai bagaimana menciptakan kondisi yang dapat diterima oleh Putin agar dia mau turun dari posisinya (kebijakannya) saat ini," kata Yiwei kepada Reuters.

Baca Juga: Jepang Bakal Setop Ekspor Mobil Mewah hingga Perhiasan ke Rusia

Sejak tahun 2019, bahasa diplomatik Uni Eropa terhadap China berubah, dari menganggapnya sebagai saingan sistemik menjadi mitra potensial dalam memerangi perubahan iklim atau pandemi.

Uni Eropa dan China bahkan telah terikat dalam perjanjian investasi sejak akhir 2020. Perjanjian itu dirancang untuk menyelesaikan beberapa kekhawatiran Uni Eropa tentang akses pasar timbal balik.

Sayangnya, penerapan perjanjian tersebut harus tertunda oleh sanksi Uni Eropa terhadap China yang diduga telah melakukan pelanggaran HAM di wilayah Xinjiang. Sebaliknya, China juga memasukkan individu dan entitas Uni Eropa ke daftar hitam.



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×