Reporter: Hasbi Maulana | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - Almaty, Kazakhstan - Sebuah referendum yang menentukan nasib energi masa depan Kazakhstan akan digelar pada Minggu (6 Oktober).
Warga akan memilih apakah negara berpenduduk 20 juta jiwa tersebut membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama mereka atau tidak.
Pemerintah Kazakhstan, di bawah kepemimpinan Presiden Kassym-Jomart Tokayev, mengusulkan pembangunan PLTN sebagai langkah untuk mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga batu bara yang mencemari lingkungan.
Kazakhstan, yang memiliki cadangan gas alam yang besar, masih bergantung pada batubara untuk memenuhi kebutuhan energi listriknya.
Terbatasnya infrastruktur energi dan ketergantungan pada impor listrik dari negara tetangga, terutama Rusia, menjadi pemicu utama usulan pembangunan PLTN.
Tokayev berpendapat bahwa PLTN, dengan memanfaatkan produksi uranium yang melimpah di Kazakhstan, merupakan pilihan logis untuk mendukung keberlanjutan energi.
"Untuk tidak tertinggal dalam kemajuan global, kita harus memanfaatkan keunggulan kompetitif kita," ujarnya.
Namun, rencana ini menghadapi penolakan keras dari sejumlah pihak. Mereka mengkhawatirkan potensi bahaya PLTN, mengingat warisan pengujian nuklir Soviet di Kazakhstan yang meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat dan lingkungan.
Keraguan dan Kritik Terhadap PLTN
Blogger populer Vadim Boreiko bahkan menyebut referendum ini sebagai upaya pemerintah untuk memvalidasi keputusan yang telah dibuat sebelumnya, tanpa memberi ruang bagi perdebatan publik yang bermakna.
Para kritikus juga mempertanyakan utilitas PLTN, memandang bahwa pembangkit listrik tenaga gas, meskipun masih menggunakan bahan bakar fosil, jauh lebih bersih dan aman daripada PLTN.
Ketakutan akan keterlibatan Rusia dalam proyek PLTN juga menjadi faktor pemicu penolakan.
Pengalaman tragis bencana Chernobyl, yang melibatkan kegagalan PLTN di Ukraina saat masih menjadi bagian Soviet, masih terngiang di benak masyarakat Kazakhstan.
Dengan referendum ini, rakyat Kazakhstan memiliki kesempatan untuk menentukan nasib energi di negaranya.
Keputusan mereka akan menentukan apakah mereka akan mengadopsi teknologi nuklir yang kontroversial, atau tetap berpegang pada sumber energi terbarukan dan alternatif lain yang lebih aman.