kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kebangkitan Asia Jadi Peluang Sekaligus Tantangan bagi Perusahaan Jerman


Senin, 04 Maret 2019 / 11:57 WIB
Kebangkitan Asia Jadi Peluang Sekaligus Tantangan bagi Perusahaan Jerman


Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - DW. Apakah Asia sebentar lagi akan menyalip negara-negara industri Barat sebagai pasar masa depan dan pusat inovasi teknologi? Para peserta yang hadir di "Asia Business Insights" yang digelar 26 Februari di Düsseldorf memberi jawaban jelas: 56 persen mengatakan hal itu "pasti akan terjadi", 37 persen menilai hal itu "bisa terjadi" dalam waktu dekat.

Saat ini saja, beberapa perusahaan asal Cina dan India sudah menjadi ujung tombak inovasi teknologi dunia. Mereka mendulang peluang di pasar dunia yang luas, dan khusus Cina mendapat dukungan besar dari pemerintahnya.

Hampir tidak ada yang meragukan, Cina tidak lama lagi akan naik menjadi pelopor teknologi mobil listrik. Penjualan kendaraan di Cina didongkrak dengan berbagai subsidi dan regulasi. Hanya dalam waktu singkat, perusahaan-perusahaan pemasok keperluan mobil listrik bermunculan.

Indonesia tidak ingin ketinggalan

Konferensi bisnis yang digelar harian ekonomi ternama Jerman Handelsblatt dan bank HSBC di Düsseldorf itu memang ajang perkenalan sekaligus promosi. Duta Besar RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno, juga diundang menyampaikan perkembangan perekonomian Indonesia pada sesi "Ambassador Talk” (foto artikel).

"Pertumbuhan ekonomi berada di angka 5.17%. Utang luar negeri masih sehat, yaitu sekitar 26% dari PDB. Tingkat pengangguran bisa diturunkan sampai 5.13%. Begitu pula angka kemiskinan terus menurun hingga 9,6% di tahun 2018”, papar Arif Havas Oegroseno.

Dalam perekonomian digital yang penuh potensi maupun persaingan ketat, Indonesia juga sudah terlibat. "Empat unicorn Indonesia masuk dalam 10 besar Asia, dengan total valuasi mencapai sekitar USD 20 milyar. Bahkan GoJek Indonesia menduduki peringkat pertama Unicorn terbesar di Asia Tenggara, dan peringkat ke-20 dunia”, jelasnya.

Saat ini jumlah perusahaan fin tech di Indonesia tercatat ada sekitar 160, tumbuh pesat dari sekitar 50 perusahaan pada tahun tahun 2016. Fin tech adalah perusahaan-perusahaan yang memperkenalkan teknologi dan kemungkinan pembayaran online dan kebutuhan-kebutuhan finansial lain di dunia digital.

Kondisi dan stabilitas politik faktor penentu

Tetapi Kepala Divisi Luar Negeri Handelsblatt Nicole Sebastian tidak berhenti hanya pada ekonomi nasional. Dia juga menanyakan kemajuan Indonesia dalam berbagai perjanjian perdagangan internasional. Peserta konferensi juga ingin tahu tentang situasi politik di Indonesia yang akan menghadapi pemilu April nanti.

Indonesia menjadi undangan khusus dalam konferensi "Asia Business Insights" yang digelar di Hotel Hyatt Regency di Düsseldorf ini. Dubes Arif Havas Oegroseno khusus diundang untuk mengisi sesi dialog interaktif "Ambassador Talk".

Di panggung internasional, kondisi politik memang jadi sorotan penting. Terutama sengketa dagang AS-Cina yang punya dampak besar bagi kawasan Asia.

Peluang sekaligus tantangan besar

Direktur Utama Siemens Joe Kaeser menyebut Asia sebagai kawasan paling dinamis di dunia saat ini. Sejak tahun 1990an, Produk Domestik brutto Asia naik tiga kali lipat, di Ciba bahkan sembilan kali lipat. Jutaan warga Asia berhasil mengentas dari kelompok berpenghasilan rendah menjadi kelas menengah baru, dengan daya beli yang meningkat.

Itu sebabnya, Joe Kaeser mengatakan Asia menjadi peluang dan seklaigus tantangan besar bagi Jerman dan negara-negara industri Barat lain. Peran baru Asia di kancah ekonomi ini masih terlalu sedikit diperhatikan di Eropa, kata Kaeser. Sementara politik industri di Cina, India, Malaysia, Vietnam dan Indonesia jelas diarahkan untuk pertumbuhan ekonomi.

Untuk membangun sinergi, Joe Kaeser mengusulkan kerjasama berdasarkan prinsip saling menguntungkan. Perusahaan-perusahaan Jerman juga perlu menawarkan alih teknologi melalui pendidikan vokasi. Semua itu dapat dicapai melalui dialog kontruktif, terutama untuk menghadapi sikap Amerika Serikat yang mengarah pada proteksionisme.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×