Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - DW. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia berencana kirimkan sedikitnya 10.000 anak muda Indonesia berusia antara 18 hingga 35 tahun ke Jerman untuk mendapatkan pelatihan keterampilan di berbagai bidang di Jerman.
Program pendidikan dan pelatihan ini akan dimulai tahun 2019, demikian tulis majalah Jerman Exakt. Masih menurut majalah tersebut, Indonesia secara keseluruhan akan mengalokasikan dana hingga 1,3 juta Euro (Rp 20,2 miliar) untuk program ini.
Baca Juga: Berolahraga saat akhir pekan lebih baik daripada tidak sama sekali
Sebelum bisa terbang ke Jerman, para calon peserta pelatihan akan dikursuskan bahasa Jerman di Goethe-Institut di Indonesia dan harus lulus ujian bahasa. Keduanya adalah prasyarat untuk mendapatkan visa mengikuti pelatihan kerja di Jerman.
Wakil Ketua Eksekutif Kamar Dagang dan Industri Jerman, Achim Dercks, menyambut baik program ini.
"Meski terjadi pelemahan ekonomi, banyak perusahaan (di Jerman) masih kesulitan mencari pekerja terampil dan pekerja yang mau mengikuti pelatihan. Ini berlaku, misalnya, untuk industri hotel dan katering atau profesi kesehatan."
Baca Juga: Tak semudah yang disangka, begini lika-liku bisnis ganja di Kanada
Peran imigran dalam ekonomi
Para pekerja migran memegang peran penting dalam ketersediaan tenaga kerja di Jerman, ujar Dercks. Asosiasi pengusaha di Jerman juga menilai positif program pemerintah Indonesia itu.
"Migrasi dengan tujuan pendidikan, terutama untuk profesi keperawatan, adalah (langkah) penting untuk mendapatkan tempat pelatihan. Dengan demikian tenaga profesional yang sangat dibutuhkan dapat dilatih," kata seorang pemimpin perusahaan Isabell Halletz kepada majalah Exakt.
Baca Juga: Penghuni Panti Jompo Kunjungi Festival Heavy Metal Wacken Open Air
Presiden Institut Penelitian Ekonomi Jerman, Marcel Fratzscher, mengkritik tingginya hambatan bagi para pekerja asing dan calon peserta pelatihan yang ingin berangkat ke Jerman. Ia mencontohkan masih banyaknya permohonan visa mereka yang ditolak.
"Yang menjadi korban dari kebijakan blokade ini bukan hanya perusahaan, tetapi juga kelompok masyarakat paling rentan yang membutuhkan perawatan," ujar Fratzscher.