kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,65   -6,71   -0.72%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan Bunga The Fed dan Resiko Resesi Semakin Memukul Pasar Saham dan Obligasi


Minggu, 25 September 2022 / 15:00 WIB
Kenaikan Bunga The Fed dan Resiko Resesi Semakin Memukul Pasar Saham dan Obligasi
ILUSTRASI. Bursa saham AS. REUTERS/Andrew Kelly


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Kebijakan kenaikan suku bunga The Fed untuk menjinakkan inflasi dan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang tengah menuju resesi semakin memukul bursa saham dan pasar obligasi. 

Goldman Sachs telah memangkas proyeksi indeks acuan S&P 500 hingga akhir tahun sebesar 16% menjadi 3.600 poin. Sebelumnya,perusahaan perbankan investasi ini menargetkan 4.300 poin. Adapun pada perdagangan pada akhir pekan lalu, S&P 500 ditutup di level 3.758 poin.

Langkah Goldman Sachs memangkas targetnya karena melihat bahwa The Fed kemungkinan besar belum akan mundur dari kebijakan kenaikan suku bunga agresif. 

"Berdasarkan diskusi dengan klien, mayoritas investor ekuitas telah mengadopsi pandangan bahwa skenario hard landing tidak dapat dihindari. Fokus mereka saat ini ada pada timing, besaran, dan durasi potensi resesi, serta bagaimana strategi investasi di tengah prospek tersebut," tulis David Kostin, Analis Goldman dilansir Reuters, Jumat (23/9). 

Baca Juga: Perang Rusia-Ukraina Tak Kunjung Usai, Produsen Mobil Ramai-ramai Keluar dari Rusia

The Fed telah mengindikasikan bahwa pada hari Rabu pekan ini pembuat kebijakan global akan terus berjuang untuk mengalahkan inflasi dan suku bunga AS akan naik sebesar 75 basis poin untuk ketiga kalinya berturut-turut yang mengisyaratkan bunga kredit akan terus meningkat tahun ini.

Kostin mencatat inflasi telah terbukti lebih persisten dari yang diperkirakan dan tidak mungkin menunjukkan tanda-tanda pelonggaran yang jelas dalam waktu dekat, yang mengarah ke perkiraan pengetatan Fed yang lebih tinggi.

Harga konsumen bulanan di AS secara tak terduga naik di bulan Agustus. "Sebagian besar manajer portofolio percaya bahwa untuk menahan inflasi, The Fed harus menaikkan suku bunga yang cukup tinggi sehingga akan mengakibatkan resesi AS di beberapa titik selama 2023," tambahnya.

Awal bulan ini, UBS telah memangkas target untuk S&P 500 sampai akhir tahun menjadi 4.000 poin.

Sementara pasar obligasi semakin memburuk dari minggu ke minggu dan belum terlihat kapan tekanan akan berakhir. Pada Jumat (23/9), obligasi tenor 5 tahun di Inggris jatuh ke level terdalam sejalan tahun 1992 setelah pemerintah meluncurkan pemotongan pajak besar-besaran yang hanya dapat memperkuat tangan Bank oF England (BoE). 

Adapun treasury AS tenor dua tahun mengalami penurunan beruntun selama 12 hari, penurunan berturut-turut terpanjang sejak tahun 1976. 

Ahli Strategi Bank oF Amerika Corp mengatakan pasar obligasi pemerintah di seluruh dunia berada di level terendah sejak 1949, saat Eropa membangun kembali ekonominya dari reruntuhan Perang Dunia Kedua.

Kerugian yang meningkat mencerminkan seberapa jauh The Fed dan bank sentral lainnya telah bergeser dari era kebijakan moneter pandemi dengan suku bunga mendekati nol.  Pembalikan ini telah memberikan hambatan besar pada segala hal mulai dari harga saham hingga minyak karena investor bersiap menghadapi perlambatan ekonomi.

Peter Bookvar, Kepala Investasi di Bleakley Advisory Group mengatakan, obligasi AS di perdagangkan seperti obligasi di pasar berkembang. 

"Dan bubble terbesar sepanjang sejarah bubble, yaitu obligasi negara terus mengempis," ujarnya seperti dikutip Bloomberg, Minggu (25/9). 

Baca Juga: Kekurangan Modal, Credit Suisse Tengah Cari Investor untuk Dapatkan Dana Segar

Pembuat kebijakan mengindikasikan bahwa mereka berharap untuk mendorong suku bunga melampaui 4,5% dan mempertahankannya di sana, bahkan jika itu menimbulkan kerugian besar pada perekonomian. Menggarisbawahi hal itu, Ketua Fed Jerome Powell mengatakan pihaknya sangat bertekad untuk menurunkan inflasi menjadi 2%.

"Kami akan terus melakukannya sampai pekerjaan selesai,” ujarnya.

Skala kenaikan suku bunga yang diharapkan kemungkinan hanya akan memperdalam kerugian pasar treasury, karena dalam siklus pengetatan kebijakan moneter sebelumnya, imbal hasil cenderung mendekati tingkat target Fed.

Untuk saat ini, hanya treasuries front-end yang sensitif terhadap kebijakan yang diperdagangkan dengan imbal hasil di atas 4%, dengan lima tahun secara singkat menembus tanda itu pada hari Jumat. Imbal hasil yang lebih lama tertinggal dari kenaikan karena harga para pedagang dalam risiko resesi. Namun, obligasi 10 tahun mencapai sebanyak 3,82% pada hari Jumat, tertinggi 12 tahun.

"Dengan lebih banyak kenaikan suku bunga Fed yang akan datang dan pengetatan kuantitatif, serta kemungkinan lebih banyak penerbitan utang pemerintah di tengah berkurangnya pembeli treasury di luar sana sekarang, itu semua berarti suku bunga yang lebih tinggi," kata Glen Capelo, direktur pelaksana di Mischler Financial.

Ia bilang, yield treasury 10 tahun pasti akan mendekati 4%.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×