Sumber: France Inter | Editor: Sandy Baskoro
PARIS. Serge Dassault tahu betul arti penting sebuah informasi. Maka itu, setelah sukses mengembangkan usaha warisan, yakni bisnis penerbangan, Dassault merambah bisnis media. Demi mengamankan kepentingannya, baik bisnis maupun politik, dia membeli jejaring surat kabar di Prancis, Le Figaro.
Ini adalah surat kabar harian konservatif yang berdiri pada tahun 1826 dan berbasis di Paris. Sejak awal Perang Dunia II, Le Figaro telah menjadi suratkabar berpengaruh di Prancis. Setelah Perang Dunia II berlalu, suratkabar ini mengusung kepentingan suara kelas menengah ke atas dan terus mempertahankan posisi konservatifnya. Le Figaro merupakan suratkabar nasional terbesar kedua di Prancis.
Pada tahun 1975, Le Figaro dikuasai jejaring media massa Socpresse milik Robert Hersant. Tahun 1999, Carlyle Group membeli 40% saham surat kabar tersebut, yang kemudian mereka jual pada Maret 2002. Barulah pada tahun 2004, Le Figaro jatuh ke tangan Dassault, yang dikenal sebagai pebisnis dan politikus konservatif dari Partai Union for a Popular Movement.
Dassault terus membuat terobosan untuk La Figaro. Sejak 2009, misalnya, La Figaro menerbitkan The New York Times International Weekly setiap Jumat. Ini merupakan suplemen delapan halaman yang mempublikasikan artikel pilihan dari The New York Times yang diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis.
Setahun kemudian, Lefigaro.fr membuat sebuah bagian yang disebut Le Figaro in English, yang menyediakan konten harian dari website Le Figaro bagi masyarakat dunia yang menggunakan bahasa Inggris. Namun proyek ini berakhir pada tahun 2012.
Lantaran dimiliki pebisnis sekaligus politikus, independensi Le Figaro dipertanyakan. Sebagai pemilik modal, kesempatan Dassault mengendalikan penuh Le Figaro tentu terbentang luas. Lihat saja, tak lama setelah menguasai Le Figaro, Dassault mencalonkan diri menjadi Walikota Corbeil-Essones, kota di sebelah selatan Paris. Dassault pun berhasil menjadi walikota di wilayah itu.
Setelah lengser dari jabatan walikota, Dassault berhasil menjadi senator Prancis dari Partai Union for a Popular Movement, partai pemenang pemilu dan pengusung Presiden Nicolas Sarkozy.
Meski didera sejumlah kasus, dia bisa melenggang ke kursi senat lantaran memiliki pengaruh yang cukup besar. Maklum, selain menguasai media terbesar kedua di Prancis, Dassault adalah pemasok pesawat tempur yang menjadi andalan Prancis, yakni Mirage dan Rafale.
Pria berusia 88 tahun ini menyangkal mengintervensi kebijakan redaksi Le Figaro. Dalam wawancara dengan stasiun radio France Inter, dia berdiplomasi dan menyerang lawan politiknya, "Suratkabar harus menyebarluaskan ide-ide sehat, sementara ide-ide sayap kiri bukan ide yang sehat."
Pada Februari 2012, para jurnalis Le Figaro menuduh sang Managing Editor, Etienne Mougeotte, menyulap koran tersebut menjadi buletin milik partai pemerintah, yakni Partai Union for a Popular Movement. Para jurnalis meminta Le Figaro tampil jujur dan lebih pluralisme ketimbang mempublikasikan laporan secara sepihak. Mougeotte bersikukuh, "Kami adalah sebuah suratkabar sayap kanan dan kami mengungkapkannya dengan jelas. Pembaca kami tahu itu, wartawan kami juga. Tidak ada yang baru untuk itu!"
Selain mendukung kelompok sayap kanan Prancis, Le Figaro juga mempublikasikan laporan yang menyudutkan kelompok agama tertentu. Tahun 2006, Pemerintah Mesir dan Tunisia melarang Le Figaro karena menerbitkan artikel yang menghina Islam. (Bersambung)