Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - MANILA. Hampir setiap hari Willer Gualva datang ke Freedom Island, Metro Manila Filipina. Berbekal sarung tangan, sepatu bot karet dan penggaruk, pria 68 tahun ini mengangkat sampah dari pinggiran pantai pulau tersebut.
Tidak ada yang tinggal di pulau itu, namun setiap pagi pantainya tertutup sampah, sebagian besar berupa shampoo sachet, pasta gigi, deterjen sachet dan kopi sachet yang dibawa ke laut.
“Kami mengumpulkan sebagian besar plastik di sini dan jenis nomor satu adalah sachet,” kata Gualva, satu dari 17 orang yang dipekerjakan oleh Department of Environment and Natural Resources (DENR) Filipina untuk menyisir dan membersihkan sampah di pulau tersebut.
Lima hari pembersihan pantai di pulau Teluk Manila bulan lalu menghasilkan total 16.000 kilogram sampah. Data DENR menunjukkan, sebagian besar plastik, termasuk sachet yang terbuat dari aluminium dan campuran plastik.
Kemasan plastik atau sachet memang menjadi momok bagi negara manapun terutama bagi negara berkembang. Karena dengan kemasan plastik ini orang miskin di negara berkembang terutama Asia bisa memenuhi kebutuhannya. Beruntungnya, bagi perusahaan multinasional itu adalah cara untuk meningkatkan penjualan dengan menargetkan pelanggan yang tidak mampu membeli dalam jumlah yang lebih besar.
Baca Juga: Manny Pacquiao, selebritas dunia pertama yang merilis cryptocurrency
Seperti diberitakan Reuters, hasil studi kelompok lingkungan Aliansi Global untuk Insinerator Alternatif (GAIA) menyebutkan konsumsi sachet di Filipina mencapai 163 juta keping per hari. Artinya Itu hampir 60 miliar sachet setahun atau cukup untuk menutupi 130.000 lapangan sepak bola.
Sekitar 14 juta orang tinggal di Metro Manila, salah satu kota besar di Asia. Secara keseluruhan, Filipina memiliki populasi 107 juta orang, dan seperlima dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan nasional, yang digambarkan oleh badan statistik sebagai konsumsi bulanan kurang dari $ 241 per orang.
Di Manila yang menghadap laut, sebagian besar sampah berakhir di laut. Filipina, Indonesia, Thailand, Vietnam, dan China merupakan 60% penghasil plastik laut dunia atau 8 juta ton per tahun, menurut nirlaba Ocean Conservancy.
Bagi pemerhati lingkungan mengatakan penyebab utama banyak sampah plastik bukanlah pemerintah atau konsumen. Namun perusahaan multinasional yang menghasilkan kemasan plastik. "Mereka punya uang untuk melakukan penelitian yang akan menghilangkan kemasan yang bermasalah," kata Sonia Mendoza, kepala Mother Earth Foundation.
Kelompok lingkungan GAIA mempelajari limbah plastik yang yang dikumpulkan dalam pembersihan di Filipina menunjukkan bahwa 60% berasal dari hanya sepuluh perusahaan, yang dipimpin oleh Nestle, Unilever dan Procter & Gamble (PnG).
Nestle menolak untuk mengungkapkan volume sachet yang diproduksi atau dijualnya di Filipina. Perusahaan ini mengatakan terus berkomitmen untuk menemukan cara untuk menjaga plastik keluar dari lautan melalui program pengumpulan dan daur ulang plastik. Namun Nestle menambahkan bahwa sachet bisa mencegah kebocoran nutrisi mikro yang penting untuk mengatasi kekurangan gizi, terutama di kalangan anak-anak.
Unilever tidak mengatakan berapa banyak sachet yang diproduksi di Filipina, tetapi mengatakan produksi kemasan plastik globalnya adalah 610.000 ton per tahun.
Baik Nestle dan Unilever terus mengupayakan agar 100% dari kemasan mereka dapat didaur ulang atau digunakan kembali pada tahun 2025 di seluruh dunia.
Unilever mengatakan memiliki program daur ulang sachet berbasis komunitas di Filipina. Dimana sachet yang dikumpulkan dikonversi menjadi kursi sekolah dan blok beton.
Dalam tanggapan email kepada Reuters, DENR mengatakan sedang berdiskusi dengan semua produsen untuk mengidentifikasi cara mengelola limbah. Tanpa memberikan rincian.
Kelompok industri Filipina PARMS yang anggotanya diantaranya Unilever, P&G, dan Nestle menyebutkan sedang mengupayakan mengubah sachet menjadi blok plastik dan batu bata ramah lingkungan.
Tetapi Von Hernandez, koordinator global untuk gerakan Break Free From Plastic menyebut bahwa perusahaan-perusahaan tersebut Cuma berusaha tampil lebih ramah lingkungan.
"Mereka tidak benar-benar mengubah sifat sebenarnya dari bisnis mereka," kata Hernandez tentang perusahaan multinasional. "Industri plastik dijadwalkan untuk tumbuh secara eksponensial, terutama pada tahun 2030. Sebagian besar dari itu akan dikemas dan Anda dapat bertaruh ini akan berakhir dalam sachet," Tambah Fernandes
Crispian¬ Lao, presiden PARMS, mengatakan setiap upaya, bahkan yang "dapat dianggap kecil dan tidak penting" akan membantu mengatasi masalah tersebut.
Lao mengatakan sachet adalah kebutuhan bagi kelompok berpenghasilan rendah, tetapi menambahkan industri sedang mengeksplorasi format pengiriman lain dan kemasan alternatif.