kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kisah sampah plastik di Filipina yang kian mengkhawatirkan


Selasa, 03 September 2019 / 18:05 WIB
Kisah sampah plastik di Filipina yang kian mengkhawatirkan
ILUSTRASI. PROSES DAUR ULANG SAMPAH PLASTIK


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Herlina Kartika Dewi

Di Manila yang menghadap laut, sebagian besar sampah berakhir di laut. Filipina, Indonesia, Thailand, Vietnam, dan China merupakan 60% penghasil plastik laut dunia atau 8 juta ton per tahun, menurut nirlaba Ocean Conservancy.

Bagi pemerhati lingkungan mengatakan penyebab utama banyak sampah plastik bukanlah pemerintah atau konsumen. Namun perusahaan multinasional yang menghasilkan kemasan plastik. "Mereka punya uang untuk melakukan penelitian yang akan menghilangkan kemasan yang bermasalah," kata Sonia Mendoza, kepala Mother Earth Foundation.

Kelompok lingkungan GAIA mempelajari limbah plastik yang yang dikumpulkan dalam pembersihan di Filipina menunjukkan bahwa 60% berasal dari hanya sepuluh perusahaan, yang dipimpin oleh Nestle, Unilever dan Procter & Gamble (PnG).

Nestle menolak untuk mengungkapkan volume sachet yang diproduksi atau dijualnya di Filipina. Perusahaan ini mengatakan terus berkomitmen untuk menemukan cara untuk menjaga plastik keluar dari lautan melalui program pengumpulan dan daur ulang plastik. Namun Nestle menambahkan bahwa sachet bisa mencegah kebocoran nutrisi mikro yang penting untuk mengatasi kekurangan gizi, terutama di kalangan anak-anak.

Unilever tidak mengatakan berapa banyak sachet yang diproduksi di Filipina, tetapi mengatakan produksi kemasan plastik globalnya adalah 610.000 ton per tahun.

Baik Nestle dan Unilever terus mengupayakan agar 100% dari kemasan mereka dapat didaur ulang atau digunakan kembali pada tahun 2025 di seluruh dunia.

Unilever mengatakan memiliki program daur ulang sachet berbasis komunitas di Filipina. Dimana sachet yang dikumpulkan dikonversi menjadi kursi sekolah dan blok beton.

Dalam tanggapan email kepada Reuters, DENR mengatakan sedang berdiskusi dengan semua produsen untuk mengidentifikasi cara mengelola limbah. Tanpa memberikan rincian.

Kelompok industri Filipina PARMS yang anggotanya diantaranya Unilever, P&G, dan Nestle menyebutkan sedang mengupayakan mengubah sachet menjadi blok plastik dan batu bata ramah lingkungan.

Tetapi Von Hernandez, koordinator global untuk gerakan Break Free From Plastic menyebut bahwa perusahaan-perusahaan tersebut Cuma berusaha tampil lebih ramah lingkungan.

"Mereka tidak benar-benar mengubah sifat sebenarnya dari bisnis mereka," kata Hernandez tentang perusahaan multinasional. "Industri plastik dijadwalkan untuk tumbuh secara eksponensial, terutama pada tahun 2030. Sebagian besar dari itu akan dikemas dan Anda dapat bertaruh ini akan berakhir dalam sachet," Tambah Fernandes

Crispian¬ Lao, presiden PARMS, mengatakan setiap upaya, bahkan yang "dapat dianggap kecil dan tidak penting" akan membantu mengatasi masalah tersebut.

Lao mengatakan sachet adalah kebutuhan bagi kelompok berpenghasilan rendah, tetapi menambahkan industri sedang mengeksplorasi format pengiriman lain dan kemasan alternatif.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×