Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - PYONGYANG. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pernah mengakui beberapa waktu lalu bahwa negaranya mengalami krisis pangan. Bahkan, Kim Jong Un membandingkan situasi kurang pangan Korea Utara saat ini sama dengan kelaparan tahun 1990-an yang menghancurkan.
Kini, Korea Utara juga secara teratur mengakui bahwa mereka menghadapi krisis terkait pandemi virus corona, meski terus mengeklaim tidak ada satu pun kasus Covid-19.
Masih belum jelas krisis yang dialami Korea Utara karena negara tersebut menutup diri dengan lockdown ketat selama 17 bulan. Namun, yang jelas adalah bahwa Korea Utara masih tampak “ogah-ogahan” menerima vaksin dari dunia internasional.
Pembicaraan terhenti
Negosiasi antara Korea Utara dan Aliansi Vaksin Global (Gavi) telah terhenti selama berbulan-bulan. Korea Utara hanya menyelesaikan dua dari tujuh langkah administratif yang diperlukan, menurut sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut.
“Jika DPRK (singkatan resmi Korea Utara) cepat menangani dokumen-dokumennya, mereka akan mendapatkan sejumlah vaksin,” kata seorang sumber kepada VOA.
Baca Juga: Kim Jong Un bakal bawa persahabatan Korea Utara dan China ke titik strategis baru
Sumber itu menambahkan, jika Korea Utara memenuhi seluruh persyaratan yang diajukan oleh Gavi, distribusi bantuan vaksin akan berjalan dengan baik ke negara itu. Di sisi lain, Gavi menolak mengomentari pembicaraan lebih lanjut dengan Korea Utara.
"Pekerjaan sedang berlangsung dan diskusi masih berlanjut dengan DPRK," kata seorang juru bicara Gavi.
Banyak rintangan
Gavi mengumumkan pada Maret bahwa mereka berencana mendistribusikan 1,7 juta dosis vaksin AstraZeneca ke Korea Utara pada Mei. Kendati demikian, pengiriman bantuan vaksin tersebut mengalami beberapa hambatan, termasuk kekhawatiran Korea Utara tentang keamanan dan kemanjuran vaksin AstraZeneca.
Selain itu, Pyongyang juga enggan menandatangani dokumen jika terjadi efek samping dan tidak mengizinkan pekerja internasional yang memfasilitasi pengiriman masuk ke negara itu.
Baca Juga: Kim Jong Un: Korea Utara tingkatkan persahabatan dengan China ke titik strategis baru
Di sisi lain, pasokan global yang minim juga menjadi penyebab tersendatnya pengiriman vaksin ke Korea Utara.
India, produsen utama vaksin AstraZeneca, awal tahun ini menangguhkan ekspor vaksin di tengah ledakan kasus Covid-19. Pada Mei, Korea Utara justru menuduh negara-negara lain egois karena menimbun pasokan vaksin sehingga menciptakan kemacetan dalam produksi global.
Masalah pendinginan
Salah satu rintangan besar di Korea Uttara adalah sistem perawatan kesehatan yang kuno dan tidak merata. Situasi ini membatasi kemampuan negara tersebut untuk menangani beragam jenis vaksin Covid-19 yang membutuhkan penanganan berbeda-beda.
Melansir VOA, seorang sumber menyebutkan bahwa Korea Utara juga enggan memperbaiki fasilitasnya untuk mendukung distribusi vaksin. Negara ini tidak memiliki pasokan listrik yang stabil dan jaringan lemari es ultra-dingin untuk menangani vaksin seperti yang diproduksi oleh Pfizer dan Moderna.
Pyongyang juga tak memiliki truk pengiriman khusus untuk mendistribusikan vaksin-vaksin dengan penanganan khusus. Itu berarti Pyongyang mungkin terpaksa memilih antara vaksin AstraZeneca dan vaksin buatan China atau Rusia yang tidak memerlukan penyimpanan ultra-dingin.
Selain itu, masih belum jelas apakah Korea Utara telah mempertimbangkan vaksin Johnson & Johnson yang juga tidak memerlukan penyimpanan ultra-dingin.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Korea Utara Masih “Ogah-ogahan” Terima Bantuan Vaksin Covid-19"
Penulis : Danur Lambang Pristiandaru
Editor : Danur Lambang Pristiandaru