Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Korea Utara mengakui telah mengirim lebih banyak pasukan dan perlengkapan militer ke perbatasan dengan Korea Selatan. Lewat langkah ini, Pyongyang menegaskan tidak akan lagi terikat oleh perjanjian militer bersama tahun 2018.
Aksi ini diambil Korea Utara sebagai respons atas langkah Korea Selatan menangguhkan sebagian perjanjian tersebut sebagai tanggapan atas peluncuran satelit mata-mata militer Korea Utara hari Rabu (22/11).
Kantor berita resmi Korea Utara, KCNA, melaporkan bahwa Kementerian Pertahanan Korea Utara pada hari Kamis (23/11) mengumumkan mereka tidak akan pernah terikat lagi perjanjian tersebut.
"Kami akan segera memulihkan semua tindakan militer yang telah dihentikan sesuai perjanjian militer Utara-Selatan," ungkap pihak kementerian, dikutip KCNA.
Baca Juga: Kapal Induk AS, USS Carl Vinson, Tiba di Korea Selatan dengan Armada Penuh
Kementerian juga berjanji akan mengerahkan angkatan bersenjata yang lebih kuat dan perangkat keras militer tipe baru di wilayah sepanjang Garis Demarkasi Militer.
"Korea Selatan harus membayar mahal atas provokasi politik dan militer mereka yang tidak bertanggung jawab dan serius yang telah mendorong situasi saat ini ke tahap yang tidak terkendali," imbuh kementerian.
Dua Korea terikat dengan Perjanjian Militer Komprehensif (Comprehensive Military Agreement) yang ditandatangani pada pertemuan puncak tahun 2018 antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan mantan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in.
Baca Juga: Korea Utara Klaim Sukses Luncurkan Satelit Mata-Mata Pertamanya, Jepang Marah
Perjanjian itu lahir sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi ketegangan di semenanjung dan membangun kepercayaan antara kedua negara.
Korea Selatan akhirnya menarik diri dari perjanjian tersebut pada hari Rabu setelah tetangganya mengatakan telah berhasil meluncurkan satelit mata-mata Malligyong-1 ke orbit dengan teknologi rudal balistik.
Malligyong-1 diluncurkan pada Selasa malam, beberapa jam setelah Pyongyang memberi tahu Jepang tentang niatnya meluncurkan satelit antara 22 November dan 1 Desember.
Peluncuran semacam itu dilarang berdasarkan sanksi Dewan Keamanan PBB yang dirancang untuk mengekang program rudal balistik Korea Utara. Aksi tersebut tentu dengan cepat mendapat kecaman dari Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, dan PBB.