Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Lelang obligasi pemerintah Jepang bertenor 30 tahun pada Selasa menjadi ujian awal bagi toleransi investor terhadap prospek kebijakan fiskal dan moneter yang lebih ekspansif di bawah kepemimpinan Perdana Menteri terpilih Sanae Takaichi.
Harga obligasi 30 tahun Jepang (JGB) anjlok pada Senin, mendorong imbal hasil ke rekor tertinggi, hanya sehari setelah Takaichi memenangkan pemilihan internal partai berkuasa yang memposisikannya sebagai perdana menteri berikutnya.
Kondisi ini memicu kekhawatiran investor atas masa depan obligasi super panjang.
Baca Juga: Suku Bunga BI Melandai, Saatnya Lirik Obligasi Tenor Panjang?
“Kekhawatiran tentang prospek obligasi super panjang kembali muncul, dengan Takaichi memicu aksi jual. Dalam situasi seperti ini, investor tidak akan mau membeli obligasi 30 tahun,” ujar Masayuki Koguchi, Kepala Eksekutif Manajer Investasi di Mitsubishi UFJ Asset Management.
Kementerian Keuangan Jepang berencana melelang sekitar 700 miliar yen (US$4,66 miliar) obligasi 30 tahun. Namun lemahnya permintaan pada lelang obligasi jangka panjang awal tahun ini sempat memicu kepanikan pasar, mendorong lonjakan imbal hasil dan memaksa pemerintah mengurangi penerbitan surat utang tenor 20, 30, dan 40 tahun.
Takaichi sendiri dikenal sebagai kandidat paling dovish di antara lima pesaing dalam kontestasi Partai Demokrat Liberal (LDP) untuk menggantikan Perdana Menteri Shigeru Ishiba yang berpandangan hawkish.
Sebagai politisi senior, ia merupakan pendukung kuat kebijakan stimulus “Abenomics” peninggalan mendiang Shinzo Abe, yang menekankan pengeluaran fiskal longgar serta suku bunga sangat rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: CIMB Niaga Auto Finance Berencana Kembali Terbitkan Obligasi pada Tahun Depan
Meski begitu, dalam kampanyenya Takaichi tampak sedikit menahan diri, antara lain dengan tidak lagi mengusulkan pemotongan pajak penjualan dan lebih berhati-hati dalam membicarakan Bank of Japan (BOJ).
Obligasi 30 tahun saat ini menghadapi tekanan besar seiring meningkatnya kewaspadaan investor global terhadap pelebaran defisit di negara-negara dengan beban utang tinggi. Jepang sendiri memiliki utang terbesar di antara negara maju, dengan total lebih dari dua kali lipat produk domestik brutonya.
Selain itu, pasar JGB semakin tertekan akibat menurunnya permintaan dari perusahaan asuransi jiwa serta pembeli tradisional lainnya, sementara BOJ secara bertahap mengurangi program pembelian obligasinya.
Dalam kontestasi LDP, Takaichi bersaing ketat dengan Menteri Pertanian Shinjiro Koizumi. Arah kebijakan keduanya bahkan melahirkan istilah tersendiri di pasar.
Baca Juga: Obligasi Jepang Tertekan, Imbal Hasil 30 Tahun Sentuh Level Tertinggi Sepanjang Masa
“Perdagangan Takaichi” digambarkan sebagai strategi membeli saham dan bersikap bearish pada obligasi jangka panjang, sementara “Perdagangan Koizumi” mencerminkan penjualan obligasi menengah dan pembelian obligasi super panjang.
Menjelang pemilihan pada Sabtu lalu, imbal hasil jangka panjang sempat turun dan suku bunga jangka pendek naik, menandakan pasar bertaruh pada kemenangan Koizumi serta peluang BOJ menaikkan suku bunga secepat bulan ini.
Namun tren itu berbalik tajam pada Senin setelah kemenangan Takaichi, dengan perhatian kini tertuju pada siapa yang akan ia tunjuk untuk menduduki jabatan kunci dalam kabinetnya.
Baca Juga: Tanpa Modal Jumbo, Bisa Beli Obligasi di Pasar Sekunder
Menurut Ryoma Nagatomo, Senior Manajer Investasi di Norinchukin Zenkyoren Asset Management, Takaichi kemungkinan harus menahan ambisi belanjanya karena laporan media menyebutkan ia akan merekrut veteran LDP di posisi strategis serta memberi konsesi kepada partai lain.
“Imbal hasil obligasi super panjang saat ini terlalu tinggi, dan kami tidak melihat alasan untuk membenarkan level ini,” kata Nagatomo. “Kita perlu melihat perkembangan politik lebih lanjut, termasuk koalisi LDP, sebelum mulai kembali membeli obligasi super panjang.”