Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Seorang biarawati berlutut di depan polisi di kota Myanmar Utara dan memohon kepada mereka untuk berhenti menembak pengunjuk rasa yang menentang kudeta bulan lalu.
Namun pada akhirnya, dia tidak berhasil.
Video menunjukkan Suster Ann Rose Nu Tawng dengan jubah putih dan penutup kepala atau mantilla hitam berlutut di sebuah jalan di Kota Myitkyina pada Senin (8/3), berbicara kepada dua polisi yang juga berlutut.
"Saya memohon kepada mereka untuk tidak menyakiti para pengunjuk rasa, tetapi memperlakukan mereka dengan baik seperti anggota keluarga," katanya kepada Reuters dalam wawancara via telepon.
Baca Juga: Ratusan massa anti-kudeta yang terperangkap di Yangon akhirnya berhasil keluar
"Saya memberi tahu mereka bahwa mereka dapat membunuh saya, saya tidak akan berdiri sampai mereka memberikan janji bahwa mereka tidak akan menindak pengunjuk rasa secara brutal," ujar dia
Suster Ann Roza, yang mengelola sebuah klinik di kota itu, mengatakan, dia telah menerima jaminan dari para pejabat senior bahwa mereka baru saja membersihkan jalan.
Dua pengunjuk rasa tewas
Suster Ann Roza dan salah satu polisi terlihat menyentuh dahi mereka ke tanah, tetapi tembakan mulai terjadi tidak lama kemudian.
"Kami mendengar suara tembakan keras, dan melihat kepala anak kecil meledak, dan ada sungai darah di jalan," ungkap Suster Ann Roza.
Baca Juga: Singapura minta warga negaranya tinggalkan Myanmar, menyusul situasi kian mencekam
Setidaknya, dua pengunjuk rasa tewas dan beberapa lainnya terluka, menurut Suster Ann Roza dan saksi lainnya.
Seorang juru bicara militer dan polisi di Myitkyina tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Suster Ann Roza mencoba membawa beberapa korban ke klinik sebelum dia dibutakan oleh gas air mata.
“Lantai klinik kami menjadi lautan darah,” katanya. “Kita perlu menghargai hidup. Itu membuat saya merasa sangat sedih".
Suster Ann Roza juga berada di antara pengunjuk rasa dan garis polisi akhir bulan lalu, memohon perdamaian, media lokal melaporkan.
Lebih dari 60 orang tewas dan lebih dari 1.800 ditahan dalam tindakan keras terhadap protes terhadap kudeta 1 Februari, menurut sebuah kelompok advokasi.