Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - MANILA. Pemerintah Filipina marah terhadap China. Penyebabnya masih sama, yakni ratusan kapal China yang berkerumun di Whitsun Reef.
Menanggapi hal tersebut, militer Filipina mengirim pesawat tempur ringan untuk terbang di atas ratusan kapal China di perairan yang disengketakan di Laut China Selatan. Hal itu ditegaskan oleh menteri pertahanan Filipina dengan mendesak agar China segera menarik armadanya.
Melansir Reuters, Minggu (28/3/2021), dunia internasional merasa prihatin atas kondisi terkini di Laut China Selatan. Filipina mengatakan, lebih dari 200 kapal China yang diyakini Manila diawaki oleh milisi maritim tampak mengerumuni dan mengancam di kawasan yang disengketakan tersebut.
Perahu-perahu itu ditambatkan di Whitsun Reef yang masuk dalam zona ekonomi eksklusif Manila sepanjang 200 mil.
Baca Juga: Memanas, Filipina kerahkan lebih banyak kapal perang ke Laut China Selatan
Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Sabtu malam, pesawat militer Filipina dikirim setiap hari untuk memantau situasi.
Lorenzana mengatakan militer juga akan meningkatkan kehadiran angkatan lautnya di Laut Cina Selatan untuk melakukan "patroli kedaulatan" dan melindungi para nelayan Filipina.
"Aset udara dan laut kami siap untuk melindungi kedaulatan dan hak kedaulatan kami," kata Lorenzana seperti yang dilansir Reuters.
Kedutaan Besar China di Manila tidak segera menanggapi permintaan pernyataan dari Reuters. China mengatakan bahwa kapal-kapal di Whitsun Reef adalah kapal penangkap ikan yang berlindung dari laut yang ganas dan tidak ada milisi di dalamnya.
Baca Juga: Berseteru dengan China, Duterte berjanji untuk melindungi wilayah maritim negaranya
Presiden Filipina Rodrigo Duterte menegaskan kembali kepada duta besar China, Huang Xilian, Filipina telah memenangkan kasus arbitrase penting pada tahun 2016, yang memperjelas hak kedaulatannya di tengah klaim saingan oleh China. Hal itu diungkapkan oleh juru bicara Duterte pada pekan lalu.
Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, China, dan Vietnam memiliki klaim teritorial yang bersaing di Laut China Selatan. Jalur ini diprediksi memiliki nilai perdagangan mencapai US$ 3,4 triliun per tahun.