Sumber: South China Morning Post | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Setidaknya, dalam dua dekade terakhir, China telah habis-habisan membangun sistem pertahanan berbasis nuklir demi menangkal segala kemungkinan serangan, baik di darat maupun laut.
Di antara banyak sistem pertahanan nuklir tersebut, terdapat rudal balistik, kapal selam, hingga terowongan bawah tanah sepanjang ribuan kilometer sebagai lokasi perlindungan.
Wang Xiangsui, mantan kolonel senior China yang kini menjadi profesor di Universitas Beihang di Beijing, mengatakan, semua kemampuan yang ada telah menjamin China tetap aman, bahkan dari skenario terburuk.
"Meluncurkan serangan nuklir di China selalu menjadi pilihan militer bagi Amerika Serikat (AS)," kata Wang kepada South China Morning Post.
"Namun untuk opsi tersebut, mereka menghadapi ketidakpastian karena penyesuaian dan perubahan yang kami lakukan dalam 20 tahun terakhir," ujar dia.
Baca Juga: China siapkan sistem tempur tak berawak demi memenangkan perang masa depan!
Kemampuan pertahanan China
Tanpa menyebutkan sumbernya, Wang menyebutkan, beberapa pakar AS mengklaim, hanya satu hulu ledak nuklir China yang mampu bertahan dari serangan pertama AS dan mencapai tanah Amerika dalam serangan balik.
Bagi Wang, penilaian tersebut sangat tidak masuk akal.
Menurut Wang, China telah mengambil serangkaian tindakan selama bertahun-tahun untuk membangun kemampuan serangan balasan yang kredibel untuk menanggapi serangan nuklir.
Selain terowongan panjang sebagai tempat singgal rudal balistik antarbenua, China telah mengembangkan rudal canggih dan memperluas benteng pertahanan laut di Laut China Selatan dan Laut Kuning. Di sana, kapal selam berkemampuan rudal balistik China bisa beroperasi dengan aman.
China juga telah berjanji untuk tidak menggunakan senjata nuklir dalam sebuah serangan pertama. Saat ini, China diperkirakan memiliki 200 hingga 300 hulu ledak nuklir, lebih sedikit dari AS dan Rusia yang masing-masing memiliki setidaknya 4.000 hulu ledak nuklir.
Baca Juga: China segera lakukan latihan militer baru di Laut China Selatan