kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.123.000   1.000   0,05%
  • USD/IDR 16.622   -13,00   -0,08%
  • IDX 8.040   -11,08   -0,14%
  • KOMPAS100 1.118   -5,53   -0,49%
  • LQ45 804   -6,09   -0,75%
  • ISSI 279   0,16   0,06%
  • IDX30 422   -0,76   -0,18%
  • IDXHIDIV20 484   -1,72   -0,35%
  • IDX80 122   -0,75   -0,61%
  • IDXV30 132   -0,23   -0,18%
  • IDXQ30 134   -0,95   -0,70%

Menambang Bitcoin Makin Sulit, Apa Sebabnya?


Senin, 22 September 2025 / 18:33 WIB
Menambang Bitcoin Makin Sulit, Apa Sebabnya?
ILUSTRASI. Kesulitan menambang Bitcoin (BTC) kembali mencatat rekor baru. Pada Jumat lalu, tingkat kesulitan mining melonjak


Sumber: Cointelegraph | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kesulitan menambang Bitcoin (BTC) kembali mencatat rekor baru. Pada Jumat lalu, tingkat kesulitan mining melonjak ke 142,3 triliun, level tertinggi sepanjang sejarah.

Lonjakan ini terjadi setelah dalam dua bulan terakhir, yakni Agustus dan September, mining difficulty terus menembus rekor demi rekor, seiring meningkatnya jumlah kekuatan komputasi (hashrate) yang masuk ke jaringan.

Menurut data CryptoQuant, rata-rata hashrate Bitcoin juga mencapai puncak baru, yakni lebih dari 1,1 triliun hash per detik. Kondisi ini menunjukkan semakin ketatnya persaingan dalam mengamankan jaringan desentralisasi Bitcoin.

Baca Juga: Rally Uptober Dipertanyakan, Pasar Kripto Malah Merah Jelang Oktober

Tantangan Bagi Penambang Kecil dan Korporasi

Peningkatan kesulitan mining membuat persaingan kian berat, terutama bagi penambang individu maupun perusahaan publik. Dibutuhkan perangkat komputasi berdaya tinggi yang haus energi untuk tetap kompetitif, sehingga memunculkan kekhawatiran bahwa industri penambangan Bitcoin berpotensi semakin terpusat.

Sementara itu, perusahaan publik harus menghadapi tantangan tambahan berupa biaya energi yang tinggi, berbeda dengan pemerintah atau penyedia infrastruktur energi yang bisa memanfaatkan keunggulan biaya atau akses energi gratis.

Pemerintah Ikut Terjun ke Penambangan Bitcoin

Sejumlah negara kini mulai menambang Bitcoin dengan memanfaatkan energi berlebih atau cadangan energi yang tidak terpakai. Beberapa contohnya adalah:

  • Bhutan: menggunakan sumber daya energi hidro untuk mining.

  • Pakistan: pada Mei lalu mengumumkan rencana mengalokasikan 2.000 megawatt (MW) energi surplus untuk penambangan Bitcoin, sebagai bagian dari kebijakan baru dalam mengadopsi aset digital.

  • El Salvador: melanjutkan inisiatif pemanfaatan energi panas bumi untuk mining setelah melegalkan Bitcoin sebagai alat pembayaran sah.

Baca Juga: Vietnam Tutup 86 Juta Rekening Bank, Komunitas Kripto: Inilah Alasan Pakai Bitcoin

Langkah ini menunjukkan bagaimana negara-negara berkembang melihat mining sebagai peluang ekonomi dan cara memonetisasi surplus energi.

Energi Surplus dan Inovasi di Texas

Selain pemerintah, penyedia energi juga mulai mengintegrasikan penambangan Bitcoin ke dalam operasi mereka. Di negara bagian Texas, Amerika Serikat, perusahaan energi bekerja sama dengan Energy Reliability Council of Texas (ERCOT) untuk menjadikan mining sebagai alat pengendali beban listrik.

Prinsipnya, penambangan Bitcoin bertindak sebagai konsumen energi fleksibel:

  • Saat permintaan listrik rendah → rig mining dinyalakan untuk menyerap energi berlebih.

  • Saat permintaan listrik tinggi → rig mining dimatikan untuk mengurangi beban jaringan.

Model ini memberi keuntungan besar bagi penyedia energi, karena mereka tidak perlu khawatir dengan biaya energi variabel. Sebaliknya, perusahaan publik yang bergantung pada harga energi pasar justru kehilangan daya saing.

Selanjutnya: IHSG Turun Hari Ini (22/9), Asing Malah Net Buy Saham AMMN, BUMI, BRPT

Menarik Dibaca: Peruri Bestari Festival Gaungkan Gaya Hidup Berkelanjutan ke Generasi Muda


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×