kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.175.000   4.000   0,18%
  • USD/IDR 16.779   10,00   0,06%
  • IDX 8.047   6,20   0,08%
  • KOMPAS100 1.113   -1,74   -0,16%
  • LQ45 796   0,06   0,01%
  • ISSI 280   0,16   0,06%
  • IDX30 419   0,64   0,15%
  • IDXHIDIV20 481   0,83   0,17%
  • IDX80 122   0,21   0,17%
  • IDXV30 134   0,35   0,26%
  • IDXQ30 133   0,31   0,23%

Mengejutkan! Tetangga RI Ini Jadi Negara Paling Toleran Suap di Asia


Jumat, 26 September 2025 / 08:19 WIB
 Mengejutkan! Tetangga RI Ini Jadi Negara Paling Toleran Suap di Asia
ILUSTRASI. berdasarkan hasil terbaru World Values Survey (gelombang ke-7). REUTERS/Thomas White


Sumber: The Straits Times,The Straits Times | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Hanya tiga dari 10 warga Filipina yang percaya bahwa suap “tidak pernah bisa dibenarkan”. Temuan ini menjadikan Filipina sebagai salah satu negara paling permisif terhadap praktik suap di Asia, berdasarkan hasil terbaru World Values Survey (gelombang ke-7).

Mengutip Straits Times, menurut analisis Dr. Rogelio Alicor Panao, ilmuwan data Inquirer Metrics sekaligus profesor di Universitas Filipina, hanya 30,6% responden Filipina yang menolak suap secara tegas. 

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia (70,4%), Thailand (69,9%), maupun negara dengan tata kelola tinggi seperti Jepang (81%) dan Singapura (81,7%) – di mana penolakan terhadap suap hampir bersifat universal.

Di sisi lain, 7,9% warga Filipina justru menilai suap “selalu dapat dibenarkan”, tertinggi di kawasan Asia. Sementara 19,4% lainnya berada di posisi tengah dalam skala 10 poin, yang menunjukkan masih banyak masyarakat menganggap suap bisa diterima dalam kondisi tertentu.

Paradoks di Tengah Kecaman Korupsi

“Temuan ini menyoroti paradoks,” ujar Dr. Panao. “Meski orang Filipina mengecam korupsi dalam kehidupan publik, banyak pula yang merasionalisasikannya sebagai kebutuhan praktis.”

Ia menambahkan, dalam sistem yang penuh birokrasi berbelit, kekurangan dana, dan politik patronase, suap kerap dianggap sebagai cara ‘memperlancar urusan’.

Sebaliknya, negara seperti Indonesia dan Thailand lebih tegas menolak, dengan tingkat toleransi lebih rendah baik di sisi ekstrem maupun di posisi tengah.

Data survei ini menunjukkan bahwa seruan moral saja tidak cukup untuk memutus budaya toleransi suap. 

“Diperlukan institusi yang lebih kuat, yang bisa memberikan keadilan dan efisiensi tanpa jalan pintas,” tulis analisis tersebut.

World Values Survey sendiri merupakan inisiatif riset global jangka panjang yang mempelajari bagaimana keyakinan, nilai, dan norma masyarakat memengaruhi perkembangan politik, sosial, dan ekonomi. Gelombang ke-7 mencakup hampir 80 negara, termasuk beberapa negara Asia.

Kasus Korupsi Terbaru di Filipina

Hasil survei ini muncul di tengah maraknya skandal korupsi yang terus menghiasi pemberitaan di Filipina.

Pada 23 September, Biro Investigasi Nasional merekomendasikan tuntutan pidana terhadap sejumlah anggota parlemen, termasuk Senator Joel Villanueva, Jinggoy Estrada, dan anggota DPR Elizaldy Co, terkait dugaan penyimpangan proyek pengendalian banjir.

Pekan lalu, kasus administratif juga diajukan terhadap mantan pejabat Highway Patrol Group yang dituduh menerima suap 7 juta peso dari seorang tersangka. Suap tersebut diduga diberikan agar tersangka mendapat perlakuan khusus serta pembatalan dakwaan, termasuk pelanggaran undang-undang senjata api dan bahan peledak.

Komisi Kepolisian Nasional menegaskan bahwa pejabat tersebut kini menghadapi dakwaan pelanggaran berat dan perilaku yang merugikan kepentingan dinas. Kasus ini dianggap sebagai bukti bagaimana praktik suap bisa merembes hingga ke aparat penegak hukum.

Selanjutnya: Rekomendasi Saham United Tractors (UNTR) yang Rajin Ekspansi ke Sektor Non-Batubara

Menarik Dibaca: Harga Emas Galeri 24 dan UBS di Pegadaian Hari Ini Jumat (26/9) Kompak Melemah




TERBARU

[X]
×