Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, melihat adanya hubungan antara larangan ekspor biji-bijian Rusia terhadap Ukraina dengan krisis yang melanda Sri Lanka. Menurut Blinken, kondisi seperti ini bisa saja terjadi di negara lain di masa mendatang.
Sejak invasi dimulai akhir Februari lalu, Rusia telah menutup jalur ekspor biji-bijian Ukraina yang menjadi salah satu sumber pendapatan utama negara tersebut. Hasilnya, banyak negara yang bergantung pada biji-bijian Ukraina sebagai bahan makanan pokok mulai mengalami krisis pangan.
"Kami melihat dampak agresi Rusia ini terjadi di mana-mana. Ini mungkin telah berkontribusi pada situasi di Sri Lanka. Kami khawatir dengan implikasinya di seluruh dunia," ungkap Blinken, seperti dikutip Reuters (10/7).
Baca Juga: IMF: Prospek Ekonomi Global Semakin Gelap Secara Signifikan
Di sela-sela kunjungannya ke Bangkok akhir pekan lalu, Blinken juga mendesak Rusia untuk membiarkan sekitar 20 juta ton biji-bijian Ukraina untuk didistribusikan ke negara yang telah menjadi pelanggan tetap.
Rusia mengatakan akan mengizinkan kapal-kapal Ukraina untuk pergi jika militer Ukraina membongkar pelabuhannya. Syarat ini tentu ditolak oleh Ukraina yang mengkhawatirkan keamanan pantainya yang menghadap Laut Hitam.
Blinken pun menyadari bahwa kondisi tersebut telah memberikan dampak buruk bagi Thailand, karena kini harga pupuk ikut melambung tinggi. Jika terus dibiarkan, Blinken khawatir kerawanan pangan bisa menjadi masalah baru di berbagai regional.
"Apa yang kita lihat di seluruh dunia adalah meningkatnya kerawanan pangan dan diperburuk secara signifikan oleh agresi Rusia terhadap Ukraina," lanjut Blinken.
Baca Juga: Pengunjuk Rasa Sri Lanka Bersumpah Tak Akan Berhentu Hingga Presiden dan PM Mundur
Bagi negara pertanian seperti Thailand, kebutuhan akan pupuk jelas menjadi yang utama. Kurangnya pasokan pupuk akan secara langsung mengurangi kemampuan produksi. Puncaknya adalah kelangkaan sumber pangan utama hingga kenaikan harga.
"Dampaknya signifikan, terutama di negara pertanian yang dinamis seperti Thailand. Karena tanpa pupuk, berarti hasil panen tahun depan akan turun, dan harga berpotensi naik," kata Blinken.
Sri Lanka merasakan gejolak ekonomi luar biasa didorong oleh menumpuknya utang negara hingga kekurangan makanan dan bahan bakar yang parah. Sri Lanka kini sudah dinyatakan bangkrut.
Presiden Gotabaya Rajapaksa akhirnya menyatakan siap mengundurkan diri dan menghilang dari kediamannya sejak hari Sabtu (9/7). Ribuan pengunjuk rasa kini menduduki kediaman resminya.