Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. NEW YORK . Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengemukakan kritik tajam terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam pidatonya di Sidang Umum PBB. Retno menggarisbawahi bahwa pernyataan Netanyahu mengenai keinginan Israel untuk mencari perdamaian sangat bertentangan dengan tindakan yang dilakukan negara tersebut, terutama setelah serangan udara besar-besaran di Beirut yang berlangsung sehari sebelumnya.
“Ketika semua orang Palestina mengungsi? Atau ketika seratus ribu orang Palestina terbunuh? Atau ketika konflik bersenjata regional meletus? Itu sudah terlambat!” tegas Retno. Ia mempertanyakan kredibilitas Netanyahu, yang saat bersamaan mengklaim bahwa Israel “mendambakan perdamaian.”
Menlu Retno menegaskan bahwa perlu ada penekanan terhadap Israel untuk kembali ke jalur politik dalam menyelesaikan konflik melalui solusi dua negara. “Kita harus menghentikannya… Kita harus menekan Israel untuk kembali ke solusi politik untuk solusi dua negara,” ujar Menlu Retno di Debat Umum High-Level Week Sidang Majelis Umum PBB ke-79 pada hari Sabtu (28/9).
Baca Juga: Indonesia dan Negara Lain Walk Out Saat Netanyahu Berpidato di PBB
Dalam pidatonya, Retno juga menyerukan kepada negara-negara yang belum mengakui Negara Palestina untuk segera melakukannya. “Mengakui Negara Palestina adalah hal yang paling tidak dapat kita lakukan saat ini, untuk memberi Palestina kedudukan yang setara di panggung dunia dan memberikan tekanan kepada Israel agar menghentikan kekejaman mereka,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Retno menegaskan bahwa pengakuan terhadap Palestina merupakan langkah investasi untuk masa depan yang lebih damai, adil, dan manusiawi. Ia mendesak Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB untuk bertindak konkret dalam menghentikan pelanggaran hukum internasional oleh Israel dan mengakhiri impunitas yang selama ini didapatkan.
Baca Juga: Retno Marsudi Jadi Utusan Khusus PBB untuk Isu Air Dunia, Bertugas Mulai 1 November
“Mandat Dewan Keamanan adalah untuk menjaga perdamaian, untuk menciptakan perdamaian, bukan untuk mempertahankan dan memperpanjang perang, atau lebih buruk lagi untuk mendukung pelaku kekejaman. Tidak bertindak berarti terlibat,” pungkas Menlu Retno, menegaskan perlunya aksi nyata dari komunitas internasional.