Reporter: Barratut Taqiyyah, Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KAIRO. Pasukan tentara Mesir kini bertindak represif. Mereka mulai melakukan penahanan, termasuk jurnalis, seiring dengan pecahnya bentrokan hari ini di Tahrir Square, Kairo. Padalah, kemarin, sekitar 800 orang terluka akibat pertikaian dua kubu, yakni massa pro Presiden Hosni Mubarak dengan anti Presiden.
Stasiun televisi lokal Aj Jazeera dan Al Arabiya melaporkan, massa pro Presiden Hosni Mubarak menerobos hotel di ibukota negara untuk mencari jurnalis. Asal tahu saja, mayoritas jurnalis asing tinggal di hotel dekat Tahrir Square.
"Ini merupakan hari kelam bagi Mesir, dan hari kelam juga untuk jurnalis," ujar Joel Simon, director pf Committee to Protect Journalist di New York. Asosiasi perlindungan jurnalis itu sudah mendokumentasikan serangan yang sistemik dan berkelanjutan oleh pemerintah Mesir atas media. "Ini berarti adanya upaya membisukan media," jelasnya.
Memang, upaya Pemerintah Mesir meredam pemberitaan atas aksi demonstrasi di negaranya sudah mulai terlihat sejak unjuk rasa dimulai. Pada 29 Januari lalu, pemerintah memangkas akses terhadap internet selama lima hari. Layanan jasa internet mobile juga dimatikan setidaknya selama dua hari.
Al Jazeera mengaku harus memindahkan transmisinya ke frekuensi lain karena sinyal di Nilesat terhenti. Pemerintah AS mengatakan, ada indikasi kekerasan dan tekanan terhadap jurnalis dan pekerka sosial.