Sumber: Channel News Asia | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Pandemi Covid-19 membuat hampir seluruh sekolah di dunia ditutup. Saat ini seuluh proses belajar mengajar dilakukan secara virtual atau online.
Sayangnya masih banyak anak usia sekolah yang tidak mampu mengakses internet sehingga mengalami kesulitan dalam mendapat pendidikan. Parahnya lagi, kondisi seperti ini sudah berlangsung sejak bulan Maret lalu.
Pada hari Rabu (26/8), PBB melalui UNICEF mengumumkan bahwa setidaknya satu dari tiga siswa di dunia tidak bisa mengakses pendidikan secara virtual. UNICEF memperkirakan ada sekitar 463 juta anak tidak memilliki peralatan atau akses elektronik dalam bentuk apapun untuk bisa mengikuti pembelajaran secara online.
"Banyaknya anak-anak yang pendidikannya terganggu selama berbulan-bulan menyebabkan darurat pendidikan global. Dampaknya bisa dirasakan pada ekonomi dan lingkungan masyarakat selama beberapa dekade mendatang," ungkap Henrietta Fore, direktur eksekutif UNICEF, seperti dikutip dari Channel News Asia.
Baca Juga: Amerika Serikat kian terkucil di Dewan Keamanan PBB
Saat ini PBB memperkirakan ada 1,5 miliar anak di seluruh dunia terkena dampak dari lockdown ataupun penutupan sekolah yang disebabkan oleh pandemi.
Dalam laporan tersebut PBB menggarisbawahi perbedaan geografis yang cukup berpengaruh pada akses pendidikan virtual ini. Sebagai contoh, jumlah anak yang yang terdampak di Eropa jauh lebih sedikit dari anak-anak di Afrika dan Asia.
Laporan terbaru PBB ini merupakan hasil pendataan dari sektar 100 negara di dunia dengan akses publik ke internet, televisi, dan radio sebagai acuannya.
Di sisi lain, PBB juga menyampaikan bahwa anak-anak yang sudah memiliki akses ke pembelajaran online pun masih mungkin mendapatkan hambatan. Mulai dari kurangnya ruang belajar yang layak di rumah, sampai sejumlah gangguan teknis lainnya.
Baca Juga: Rekomendasi WHO terbaru, tidak semua anak wajib pakai masker pencegah corona