CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Miris, 463 juta anak di dunia tidak bisa mengikuti sekolah secara online


Minggu, 30 Agustus 2020 / 15:45 WIB
Miris, 463 juta anak di dunia tidak bisa mengikuti sekolah secara online


Sumber: Channel News Asia | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Pandemi Covid-19 membuat hampir seluruh sekolah di dunia ditutup. Saat ini seuluh proses belajar mengajar dilakukan secara virtual atau online.

Sayangnya masih banyak anak usia sekolah yang tidak mampu mengakses internet sehingga mengalami kesulitan dalam mendapat pendidikan. Parahnya lagi, kondisi seperti ini sudah berlangsung sejak bulan Maret lalu.

Pada hari Rabu (26/8), PBB melalui UNICEF mengumumkan bahwa setidaknya satu dari tiga siswa di dunia tidak bisa mengakses pendidikan secara virtual. UNICEF memperkirakan ada sekitar 463 juta anak tidak memilliki peralatan atau akses elektronik dalam bentuk apapun untuk bisa mengikuti pembelajaran secara online.

"Banyaknya anak-anak yang pendidikannya terganggu selama berbulan-bulan menyebabkan darurat pendidikan global. Dampaknya bisa dirasakan pada ekonomi dan lingkungan masyarakat selama beberapa dekade mendatang," ungkap Henrietta Fore, direktur eksekutif UNICEF, seperti dikutip dari Channel News Asia.

Baca Juga: Amerika Serikat kian terkucil di Dewan Keamanan PBB

Saat ini PBB memperkirakan ada 1,5 miliar anak di seluruh dunia terkena dampak dari lockdown ataupun penutupan sekolah yang disebabkan oleh pandemi.

Dalam laporan tersebut PBB menggarisbawahi perbedaan geografis yang cukup berpengaruh pada akses pendidikan virtual ini. Sebagai contoh, jumlah anak yang yang terdampak di Eropa jauh lebih sedikit dari anak-anak di Afrika dan Asia.

Laporan terbaru PBB ini merupakan hasil pendataan dari sektar 100 negara di dunia dengan akses publik ke internet, televisi, dan radio sebagai acuannya.

Di sisi lain, PBB juga menyampaikan bahwa anak-anak yang sudah memiliki akses ke pembelajaran online pun masih mungkin mendapatkan hambatan. Mulai dari kurangnya ruang belajar yang layak di rumah, sampai sejumlah gangguan teknis lainnya.

Baca Juga: Rekomendasi WHO terbaru, tidak semua anak wajib pakai masker pencegah corona



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×