kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.769.000   10.000   0,57%
  • USD/IDR 16.599   1,00   0,01%
  • IDX 6.443   206,89   3,32%
  • KOMPAS100 920   36,66   4,15%
  • LQ45 729   31,74   4,55%
  • ISSI 200   4,39   2,25%
  • IDX30 383   16,83   4,59%
  • IDXHIDIV20 464   20,68   4,66%
  • IDX80 104   4,06   4,05%
  • IDXV30 109   2,97   2,79%
  • IDXQ30 126   5,32   4,40%

Moody’s: Kekuatan Fiskal Amerika Serikat (AS) Diprediksi Terus Melemah


Selasa, 25 Maret 2025 / 23:03 WIB
Moody’s: Kekuatan Fiskal Amerika Serikat (AS) Diprediksi Terus Melemah
ILUSTRASI. Lembaga pemeringkat kredit Moody’s menyatakan bahwa kekuatan fiskal Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun mendatang. REUTERS/Mike Segar (UNITED STATES - Tags: BUSINESS POLITICS) - RTR2PK5W


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Lembaga pemeringkat kredit Moody’s menyatakan bahwa kekuatan fiskal Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun mendatang.

Pelebaran defisit anggaran dan meningkatnya beban utang menjadi faktor utama yang memperburuk kondisi ini.

Dalam laporannya pada Selasa (25/3), Moody’s menyebutkan bahwa kesehatan fiskal AS semakin memburuk sejak lembaga tersebut menurunkan prospek peringkat utang negara itu pada November 2023.

Baca Juga: Kepercayaan Konsumen Amerika Serikat (AS) Terus Melemah pada Maret

Laporan ini dirilis di tengah ketidakpastian yang meningkat di pasar keuangan AS, menyusul keputusan Presiden Donald Trump untuk memberlakukan tarif perdagangan yang tinggi terhadap mitra dagang utama.

Kebijakan ini telah memicu kekhawatiran investor mengenai meningkatnya tekanan inflasi dan perlambatan ekonomi yang tajam.

“Bahkan dalam skenario ekonomi dan keuangan yang sangat positif sekalipun, kemampuan AS untuk membayar utangnya tetap jauh lebih lemah dibandingkan negara-negara berperingkat Aaa lainnya,” ujar Moody’s.

Prediksi Utang dan Dampak Fiskal

Moody’s memproyeksikan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (Debt-to-GDP Ratio) akan meningkat dari 100% pada 2025 menjadi sekitar 130% pada 2035.

Sementara itu, kemampuan AS dalam membayar bunga utang diperkirakan memburuk lebih cepat, dengan pembayaran bunga mencapai 30% dari total pendapatan negara pada 2035, dibandingkan 9% pada 2021.

Baca Juga: Amerika Serikat Terancam Resesi, Eropa dan China Hadapi Krisis Properti

Moody’s menjadi lembaga pemeringkat utama terakhir yang masih mempertahankan peringkat AAA untuk utang negara AS, meskipun telah menurunkan outlook-nya pada akhir 2023 akibat defisit fiskal yang lebih luas dan beban bunga yang meningkat.

Sebelumnya, Fitch telah memangkas peringkat kredit AS dari AAA menjadi AA+ pada 2023, mengutip penurunan kondisi fiskal dan negosiasi berulang terkait plafon utang yang mengancam kemampuan pemerintah untuk membayar kewajibannya.

Langkah serupa juga dilakukan oleh Standard & Poor’s setelah krisis plafon utang pada 2011.

Dampak pada Pasar Keuangan dan Ekonomi

Investor menggunakan peringkat kredit untuk menilai profil risiko negara dan perusahaan ketika mereka menggalang dana di pasar utang.

Secara umum, semakin rendah peringkat kredit suatu negara, semakin tinggi biaya pinjaman yang harus ditanggungnya.

Moody’s juga menyoroti bahwa menurunnya kemampuan AS dalam membayar utang semakin meningkatkan peran dolar AS dan pasar obligasi Treasury sebagai pilar utama stabilitas keuangan global.

Baca Juga: Wall Street Berfluktuasi Selasa (25/3), Setelah Data Kepercayaan Konsumen AS Melemah

Namun, kebijakan tarif yang agresif dan potensi pemotongan pajak yang tidak memiliki sumber pendanaan dapat memperumit situasi ekonomi AS.

“Kami melihat prospek yang semakin mengecil bahwa kekuatan ekonomi AS akan mampu terus mengimbangi pelebaran defisit fiskal dan menurunnya kemampuan membayar utang,” ujar Moody’s.

Partai Republik saat ini tengah mendorong kebijakan pemotongan pajak senilai US$4,5 triliun, tetapi dampaknya terhadap defisit anggaran masih belum pasti.

Kebijakan pemotongan belanja besar-besaran yang memerlukan dukungan bipartisan di Kongres juga dinilai sulit untuk direalisasikan secara politik.

Di sisi lain, pemotongan anggaran yang dipimpin oleh Departemen Efisiensi Pemerintahan yang baru dibentuk di bawah kendali Elon Musk, dianggap tidak akan memberikan penghematan signifikan dalam jangka pendek karena sebagian besar belanja negara bersifat wajib.

Kebijakan tarif impor memang dapat memberikan pemasukan tambahan bagi negara dalam jangka pendek, tetapi tarif yang terus-menerus tinggi berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi, sehingga dampak positifnya terhadap pendapatan negara bisa tergerus dalam jangka panjang.

Selanjutnya: Arsjad Rasjid : XLSMART Wujud Nyata Sinergi Strategis untuk Digitalisasi Indonesia

Menarik Dibaca: Tes Kesehatan Otak Mudah dengan Aplikasi BrainEye


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×