Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Ekonom Moody Analytics mengingatkan bahwa utang korporasi China adalah "ancaman terbesar" bagi ekonomi global. Sang analis menggambarkan risiko seperti itu sebagai "garis patahan yang sangat signifikan."
Sebelumnya, komentar serupa juga diutarakan oleh Fitch Ratings pada pekan lalu, yang mengatakan bahwa perusahaan swasta di China telah mengalami gagal bayar utang di rekor tertinggi pada tahun ini.
"Padahal, utang perusahaan adalah garis patahan dalam sistem keuangan dan ekonomi yang lebih luas," jelas kepala ekonom Moody's Mark Zandi seraya menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan China yang dililit hutang sebagai risiko yang lebih besar.
"Saya akan menunjuk utang perusahaan China sebagai ancaman terbesar," katanya. Apalagi pertumbuhan gagal bayar sangat cepat di China.
Zandi menjelaskan, banyak perusahaan berjuang untuk menghadapi perlambatan pertumbuhan yang berasal dari perang perdagangan dan faktor-faktor lainnya.
“Di Amerika Serikat, ada gambaran serupa - tapi tidak pada tingkat yang sama. Namun kami telah melihat peningkatan yang sangat signifikan dalam apa yang disebut pinjaman dengan leverage, seperti pinjaman kepada perusahaan-perusahaan yang punya utang besar, dan posisi mereka rentan jika ekonomi melambat,” kata Zandi.
Utang telah menjadi masalah di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. China telah berusaha untuk mengurangi ketergantungannya atas utang dengan memperketat peraturan untuk mempercepat penghapusan hutang - atau proses pengurangan utang.
Akan tetapi, perang dagang mengurangi upaya untuk mengurangi tingkat utangnya yang besar. Padahal, China mencari cara untuk meningkatkan perekonomiannya yang melambat, yang telah terpukul oleh tarif AS terhadap ekspor Tiongkok.
Pada tahun ini, China menghentikan upaya deleveraging dan menempatkan lebih banyak stimulus.
Fitch Ratings mengatakan pekan lalu bahwa gagal bayar oleh emiten swasta atas obligasi dalam negeri atau obligasi berdenominasi yuan mencapai rekor tertinggi di level 4,9% dalam 11 bulan pertama 2019. Angka itu melonjak dari posisi 0,6% pada 2014.