Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengonfirmasi bahwa ia telah memberi wewenang kepada Central Intelligence Agency (CIA) untuk melakukan operasi rahasia di Venezuela, menandai eskalasi tajam dalam upaya Washington menekan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.
Laporan pertama mengenai otorisasi tersebut diungkap The New York Times pada Rabu (15/10/2025) yang mengutip pejabat AS yang mengetahui keputusan itu.
Strategi baru pemerintahan Trump disebut bertujuan untuk menyingkirkan Maduro dari kekuasaan, dengan imbalan hingga US$50 juta bagi siapa pun yang memberikan informasi yang mengarah pada penangkapan dan penuntutan Maduro atas tuduhan perdagangan narkotika.
Baca Juga: 3 Negara yang Lolos ke Piala Dunia untuk Pertama Kali, Dua dari Asia
Menurut laporan itu, kewenangan baru tersebut memungkinkan CIA melakukan operasi mematikan di wilayah Venezuela serta menjalankan berbagai misi di kawasan Karibia.
Ketika ditanya alasan di balik keputusannya, Trump mengatakan langkah itu didorong oleh dua hal utama: migrasi warga Venezuela ke AS dan perdagangan narkoba.
“Ada dua alasan sebenarnya,” kata Trump di Gedung Putih.
“Pertama, mereka telah mengosongkan penjara mereka ke Amerika Serikat... mereka masuk melalui perbatasan terbuka. Dan yang lainnya adalah soal narkoba,” ujarnya.
Trump tidak memberikan bukti atas klaim bahwa Venezuela telah mengirim mantan narapidana ke AS.
Baca Juga: Jepang Desak Negara G7 Waspadai Gejolak Nilai Tukar yang Berlebihan
Ia menambahkan bahwa pemerintahannya telah berhasil mencegat pengiriman narkoba lewat laut dan kini memfokuskan pengawasan pada jalur darat.
Reuters belum dapat memverifikasi tindakan spesifik yang diotorisasi Trump, sementara Gedung Putih menolak memberikan rincian lebih lanjut.
Secara historis, keterlibatan CIA dalam operasi semacam itu bervariasi mulai dari operasi paramiliter langsung hingga pengumpulan intelijen dan dukungan teknis dengan jejak fisik yang minim.
CIA juga dikenal memiliki sejarah panjang aktivitas di Amerika Latin, termasuk pada masa Perang Dingin dan dalam operasi pemberantasan kartel kokain pada akhir abad ke-20.
Baca Juga: Tingkat Pengangguran Australia Naik ke Level Tertinggi dalam 4 Tahun
Pemerintah Venezuela mengecam keras langkah tersebut, menyebut pernyataan Trump sebagai pelanggaran hukum internasional dan bagian dari upaya “pergantian rezim” yang bertujuan merebut sumber daya minyak negara itu.
“Misi Permanen kami untuk PBB akan membawa pengaduan ini ke Dewan Keamanan dan Sekretaris Jenderal besok, menuntut pertanggungjawaban pemerintah AS,” kata Menteri Luar Negeri Venezuela Yvan Gil melalui pernyataan di akun Telegram-nya.
Trump juga mengklaim bahwa Venezuela telah membebaskan narapidana dan pasien gangguan jiwa untuk dikirim ke AS, meski tanpa menyebutkan jalur perbatasan yang dimaksud.
Dalam beberapa bulan terakhir, Trump telah memerintahkan peningkatan besar-besaran kehadiran militer AS di Karibia selatan, termasuk sedikitnya lima serangan terhadap kapal yang disebut terlibat dalam penyelundupan narkoba—tanpa bukti yang dipublikasikan.
Langkah itu memperkuat kesan bahwa Trump semakin sering menggunakan kekuatan militer AS secara agresif dan kontroversial, mulai dari pengerahan pasukan aktif di Los Angeles hingga serangan antiteror terhadap tersangka pengedar narkoba.
Baca Juga: Daftar Negara dengan Paspor Terkuat di Dunia 2025, AS Keluar dari 10 Besar
Senator Jeanne Shaheen, anggota senior Komite Hubungan Luar Negeri Senat dari Partai Demokrat, memperingatkan bahwa kebijakan tersebut berisiko menyeret AS ke dalam konflik terbuka.
“Rakyat Amerika berhak tahu apakah pemerintahan ini sedang membawa negara ke konflik lain, mempertaruhkan nyawa prajurit, atau tengah melancarkan operasi perubahan rezim,” ujarnya.