Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Menteri Keuangan Jepang Katsunobu Kato menyerukan kepada negara-negara anggota Kelompok Tujuh (G7) untuk tetap waspada terhadap volatilitas berlebihan di pasar valuta asing, di tengah pelemahan yen yang kian cepat dalam beberapa hari terakhir.
Dalam konferensi pers di Washington pada Rabu (15/10/2025), Kato mengatakan bahwa Jepang telah menyampaikan pandangan tersebut dalam pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G7 serta G20.
Baca Juga: Tingkat Pengangguran Australia Naik ke Level Tertinggi dalam 4 Tahun
Ia juga menegaskan bahwa Jepang dan Amerika Serikat (AS) telah mengonfirmasi kembali kesepakatan kebijakan nilai tukar yang dicapai bulan lalu.
“Kami melihat pelemahan yen yang cukup cepat sejak pekan lalu. Sangat diharapkan nilai tukar bergerak secara stabil. Kami tetap waspada terhadap setiap volatilitas yang berlebihan di pasar mata uang,” kata Kato kepada wartawan.
Nilai tukar yen berfluktuasi tajam dalam beberapa hari terakhir, sebagian akibat ketidakpastian politik di dalam negeri, setelah upaya Sanae Takaichi untuk menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang terguncang karena mitra koalisi junior partainya keluar dari pemerintahan.
Kato menolak mengomentari secara langsung pengaruh gejolak politik terhadap pergerakan yen, namun menekankan bahwa stabilitas politik sangat penting bagi perekonomian Jepang.
Baca Juga: Harga Emas Cetak Rekor Baru Kamis (16/10) Pagi, Tembus Level US$4.224,79
Dalam pernyataan bersama yang diterbitkan bulan lalu, Jepang dan AS menegaskan kembali komitmen terhadap sistem nilai tukar yang ditentukan pasar, sembari menyepakati bahwa intervensi valuta asing hanya dilakukan untuk mengatasi volatilitas yang berlebihan.
Pelemahan yen telah menjadi isu politik yang sensitif di Jepang karena meningkatkan biaya hidup masyarakat, terutama melalui kenaikan harga impor bahan bakar dan bahan baku.
Bank of Japan (BOJ) sebelumnya telah mengakhiri kebijakan stimulus besar-besaran yang berlangsung selama satu dekade dan menaikkan suku bunga dua kali, terakhir menjadi 0,5% pada Januari 2025.
Namun, bank sentral masih menahan diri dari pengetatan lebih lanjut karena menilai risiko perlambatan ekonomi akibat tarif impor AS.
Baca Juga: Mayoritas Bursa Asia Menguat pada Perdagangan Kamis (16/10/2025) Pagi
Kato menegaskan, keputusan terkait kebijakan moneter sepenuhnya menjadi kewenangan BOJ. “Itu sesuatu yang harus diputuskan oleh bank sentral,” ujarnya ketika ditanya apakah BOJ perlu merespons kenaikan biaya hidup akibat pelemahan yen.
Ia menambahkan, meskipun kenaikan harga pangan dan minyak mentah sempat mendorong inflasi beberapa tahun terakhir, dampak pelemahan yen terhadap harga saat ini sulit diukur secara pasti.