Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Otoritas perdagangan Amerika Serikat (AS) telah menetapkan tarif tinggi terhadap sebagian besar sel surya yang diimpor dari Asia Tenggara.
Ini merupakan langkah penting dalam menyelesaikan kasus perdagangan yang telah berlangsung selama setahun, di mana produsen AS menuduh perusahaan-perusahaan China membanjiri pasar dengan produk murah yang tidak adil.
Baca Juga: Indonesia Mengarungi Jalur Negosiasi untuk Meredam Tarif Resiprokal Trump
Kasus ini diajukan tahun lalu oleh Hanwha Qcells dari Korea Selatan, First Solar Inc yang berbasis di Arizona, serta beberapa produsen kecil lainnya, dengan tujuan melindungi investasi miliaran dolar di sektor manufaktur surya dalam negeri.
Kelompok penggugat, American Alliance for Solar Manufacturing Trade Committee menuduh perusahaan-perusahaan besar pembuat panel surya milik China yang beroperasi di Malaysia, Kamboja, Thailand, dan Vietnam, menjual produk di bawah biaya produksi dan menerima subsidi tidak adil yang membuat produk AS tidak kompetitif.
Tarif yang diumumkan pada Senin (21/4) bervariasi tergantung perusahaan dan negara, namun secara umum lebih tinggi dibandingkan tarif sementara yang diumumkan akhir tahun lalu.
Gabungan bea dumping dan subsidi terhadap produk Jinko Solar dari Malaysia termasuk yang terendah, yakni 41,56%. Sementara produk Trina Solar dari Thailand dikenakan tarif hingga 375,19%.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Terancam Tertekan Akibat Kebijakan Tarif Impor AS
Baik Jinko maupun Trina belum memberikan komentar atas keputusan ini.
Produk dari Kamboja dikenai tarif lebih dari 3.500% karena produsen di negara tersebut memilih untuk tidak bekerja sama dalam penyelidikan AS.
"Ini adalah hasil yang sangat kuat," ujar Tim Brightbill, pengacara kelompok manufaktur AS, dalam panggilan konferensi dengan wartawan.
"Kami yakin tarif ini akan mengatasi praktik perdagangan tidak adil dari perusahaan-perusahaan milik Tiongkok di empat negara tersebut, yang selama ini telah merugikan industri manufaktur surya AS."
Ancaman tarif terhadap negara-negara yang menyuplai lebih dari US$10 miliar produk surya ke AS tahun lalu—yang mencakup sebagian besar pasokan domestik—telah menyebabkan pergeseran besar dalam perdagangan surya global.
Baca Juga: Dua Pesawat Boeing 737 MAX 8 untuk Maskapai China Kembali ke AS Imbas Perang Tarif
Impor dari keempat negara yang menjadi target kini jauh menurun dibandingkan tahun lalu, sementara pengiriman panel dari negara seperti Laos dan Indonesia mengalami peningkatan.
Namun, kritik terhadap kebijakan ini, termasuk dari Solar Energy Industries Association (SEIA), menyebut tarif justru bisa merugikan produsen surya AS karena meningkatkan harga sel impor yang kemudian dirakit menjadi panel oleh pabrik-pabrik dalam negeri. Jumlah fasilitas tersebut meningkat sejak subsidi manufaktur energi bersih diberlakukan pada 2022.
SEIA belum memberikan komentar terkait kebijakan terbaru ini.
Agar tarif ini benar-benar diberlakukan, Komisi Perdagangan Internasional AS (ITC) harus memberikan suara pada bulan Juni untuk menentukan apakah industri dalam negeri benar-benar dirugikan oleh praktik dumping dan subsidi tersebut.