Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Noverius Laoli
Jenis penipuan yang dilakukan para penjahat saat pandemi bukan kejahatan baru. Sebelumnya banyak orang sebelumnya sudah mengetahui trik-trik kejahatan tersebut. Namun, pandemi membuat orang lebih mudah tertipu. Apalagi, penjahat melakukan trik-trik menyesuaikan dengan kondisi saat ini, seperti melampirkan situs web yang menawarkan masker, pembersih tangan dan sejenisnya.
Contoh kasus penipuan dialami Christian Gschnitze. Ia yang baru pindah ke Utah dari Swiss menerima panggilan telepon yang menuduh dia terkait dengan tuduhan pencucian uang.
Penelpon yang mengklaim dirinya sebagai pejabat pemerintah AS menginterogasinya tentang pergerakan dan urusan keuangannya. Lalu ia disarankan memindahkan tabungannya ke rekening bank di Singapura untuk pengamanan sementara sebelum penyelidikan berlanjut.
Setelah berhari-hari mengalami tekanan psikologis yang ekstrem lewat telepon selama berjam-jam dan peringatan bahwa bosnya mungkin perlu diberitahukan, Gschnitzer mempercayai penelpon dan mengirimkan uang tersebut ke Singapura. Setelah itu ia kemudian baru tersadar telah ditipu dengan total kerugiannya mencapai US$ 263.000.
Baca Juga: Mulai 1 Oktober, Turki disebut-sebut memasuki periode baru dan gelap
Charlotte Gschnitzer, istri Christian menyebut virus corona dan ditambah dengan relokasi yang baru mereka lalukan membuat merak lebih rentan terhadap penipuan. Keduanya marah atas tanggapan bank yang terlibat, terutama UBS Group AG. Mereka mempertanyakan bagaimana transfer dana yang begitu besar seperti itu bisa dengan mudah dilakukan tanpa bank memicu sistem peringatan fraud.
Juru bicara UBS menolak mengomentari kasus tersebut, dengan alasan aturan kerahasiaan bank Swiss. Seorang juru bicara kepolisian Singapura mengatakan mereka dapat turun tangan untuk membekukan akun yang dicurigai terlibat dalam operasi penipuan - jika diberitahukan secepatnya.
Jenis penipuan yang sama juga telah merugikan empat profesional muda industri keuangan Hong Kong lebih dari US$ 1,9 juta dalam tiga bulan terakhir saja. Seorang korban dipanggil dan diberi tahu bahwa data pribadi digunakan untuk mendaftarkan telepon China yang digunakan untuk mengirimkan pesan anti-pemerintah. Tujuannya untuk menakuti korban.
Kemudian panggilan tersebut dialihkan ke penipu lain, yang mengaku sebagai petugas polisi China daratan. Para penipu membuat surat perintah penangkapan palsu, dan menuntut korban untuk menyerahkan informasi pribadi untuk membantu penyelidikan.
Korban kemudian diminta untuk memasukkan nomor identifikasi dan informasi perbankan online ke situs web palsu, biasanya kantor kejaksaan China daratan. Setelah selesai, para penjahat mentransfer uang dari rekening bank korban. Penjahat menggunakan teknologi canggih untuk membuatnya seolah-olah menelepon dari nomor asli lembaga penegak hukum.