Sumber: AP | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
MAKKAH. Pangeran Arab Saudi Turki al-Faisal pada Minggu (11/10) kemarin menolak ide untuk berbagi pengelolaan pelaksanaan ibadah haji dengan negara muslim lainnya. Dia juga bilang, keputusan ini berdasarkan atas 'kedaulatan' dan 'hak istimewa' Arab Saudi.
Anggota senior keluarga kerajaan Saudi itu mengungkapkan kepada Associated Press bahwa negaranya menghadapi kritikan pedas menyusul musibah yang menewaskan ribuan jamaah haji di luar kota suci Mekkah.
Iran, yang kehilangan paling banyak warganya pada musibah tersebut, menuduh kerajaan Arab Saudi tidak becus dalam mengelola haji dan mereka menuntut badan independen untuk pengelolaan haji.
Keluarga kerajaan Al Saud, memperoleh sejumlah hak istimewa dan legitimasi untuk mengelola haji dan situs suci di Mekkah dan Madinah.
"Pengawasan dari tempat suci dan pengelolaan haji merupakan masalah kedaulatan, hak istimewa, dan layanan," jelas Pangeran Turki.
Dia melanjutkan, pihak kerajaan Arab Saudi selama bertahun-tahun mengalami masa-masa buruk dalam mengelola haji. "Namun kami tidak akan menyerahkan hal istimewa atau menyerahkan pengelolaan dua daerah suci ini. Rakyat Mekkah adalah satu-satunya pihak yang mengetahui wilayah Mekkah. Dan Anda tidak bisa mengambil hak tersebut dari rakyat Mekkah," jelasnya.
Turki merupakan anggota kerajaan Saudi yang paling senior yang menanggapi kritikan dari Iran. Saat ini dia menjabat sebagai pimpinan King Faisal Center for Research and Islamic Studies yang berbasis di Riyad. Nama institusi diambil dari nama sang ayah.
Catatan saja, berdasarkan hitungan AP dari laporan 19 negara, jumlah korban tewas akibat berdesak-desakan dan terinjak-injak di Mina pada musim haji tahun ini mencapai 1.480 jiwa. Sementara, data yang dirilis dari Kementerian Kesehatan Arab Saudi hanya sebanyak 769 jiwa.